
Repelita Jakarta - Pakar forensik digital Rismon Sianipar membalas keras pernyataan Josua Sinambela yang menyuruh dirinya beserta rekan-rekan bersiap menghadapi penjara setelah ijazah Presiden ke-7 Joko Widodo ditunjukkan dalam gelar perkara khusus di Polda Metro Jaya.
Josua, pengamat teknologi informasi dari Universitas Gadjah Mada, sebelumnya mengeluarkan ucapan bahwa para pihak yang mempersoalkan ijazah tersebut kini harus siap-siap masuk jeruji besi.
Rismon menanggapi bahwa sikap Josua sama sekali tidak mencerminkan pendekatan ilmiah yang layak dari seorang yang mengaku ahli.
Ia menekankan ketidakberanian Josua untuk menghadiri forum gelar perkara khusus pada 15 Desember 2025 guna melakukan perdebatan argumen secara langsung.
“Itu Josua Sinambela mana?," tanyanya pada 16 Desember 2025.
Selama ini, lanjut Rismon, Josua hanya vokal menyuarakan pendapatnya melalui jejaring media sosial tanpa pernah membuktikan keberanian serupa di hadapan forum resmi.
“Mulutnya hanya berkoar-koar di Medsos saja,” ujarnya.
Pihak Rismon justru telah menantikan kedatangan Josua untuk melakukan konfrontasi ilmiah secara tatap muka dalam sesi tersebut.
Sayangnya, hingga gelar perkara berakhir, Josua tidak pernah menampakkan diri.
“Kita mau konfrontasi tadi malam gak datang si pengecut itu,” katanya.
Rismon lantas mempertanyakan kualitas keahlian Josua yang hanya mampu berbicara lantang di dunia daring, tetapi lenyap saat ada kesempatan diskusi resmi di bawah naungan penegak hukum.
“Cuma berani koar-koar di medsosnya saja. Ahli apa itu?” tutupnya.
Sementara itu, Josua pada malam 15 Desember 2025 mengaku terkejut karena penyidik memperlihatkan ijazah yang menjadi pokok sengketa kepada semua peserta gelar perkara.
Penayangan dokumen tersebut terjadi di luar perkiraan dirinya maupun tim kuasa hukum Joko Widodo.
“Di luar dugaan saya dan kuasa hukum Jokowi, ijazah ditunjukkan penyidik di depan para peserta gelar perkara khusus di Polda Metro siang ini,” ucapnya.
Ia menyebut ijazah yang dipamerkan memiliki fitur keamanan seperti watermark, garis merah, serta embos yang sudah lama ia ketahui dari hasil pemindaian sebelumnya.
“Ditunjukkan adanya watermark, lintasan merah dan embos yang sebenarnya sejak lama sudah saya lihat dan dapatkan dari hasil scan sebelumnya,” terangnya.
Josua mengaku tidak pernah mendapat izin untuk menampilkan secara lengkap hasil scan tersebut kepada publik.
Hanya potongan kecil yang diizinkan untuk diperlihatkan dalam forum tertentu.
“Saya memang tidak diizinkan menunjukkan secara penuh penampakan hasil scan ijazah tersebut di publik maupun DFtalk lalu,” katanya.
Potongan scan yang pernah dibagikan hanya bertujuan untuk menepis analisis yang dianggapnya tidak berdasar dari pihak penuduh.
“Hanya beberapa potongan scan untuk membantah analisa abal-abal para penuduh,” jelasnya.
Menurut Josua, penayangan ijazah asli atau hasil scan semestinya dilakukan pada tahap persidangan, bukan gelar perkara.
“Sedangkan rencana awal untuk ijazah asli atau hasil scannya akan ditunjukkan di persidangan saja,” tambahnya.
Ia pun menegaskan agar proses hukum tetap berjalan dan para tersangka mulai mempersiapkan diri menghadapi konsekuensi pidana.
“Semoga para tersangka mulai bersiap-siap menuju jeruji besi,” pungkasnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

