Breaking Posts

-->
6/trending/recent

Hot Widget

-->
Type Here to Get Search Results !

Reformasi Polri di Persimpangan: Perpol Sipil Sinyal Penolakan terhadap Perubahan?

Repelita Jakarta - Penerbitan Peraturan Kepolisian Nomor 10 Tahun 2025 yang mengatur penempatan anggota aktif di sejumlah jabatan sipil telah memicu pertanyaan besar terhadap komitmen reformasi di tubuh Polri.

Perpol tersebut langsung berhadapan dengan kritik karena dinilai bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang melarang anggota aktif Polri menduduki jabatan di luar institusi kepolisian.

Herwin Sudikta, seorang pegiat media sosial, menyoroti akar persoalannya pada struktur reformasi itu sendiri yang dianggap tidak lagi objektif.

"Inilah keniscayaan yang terjadi ketika Kapolri adalah bagian dari tim reformasi itu sendiri," ujar Herwin.

Menurutnya, kondisi ini telah membuat agenda reformasi kehilangan makna dan bergeser menjadi sekadar jargon tanpa implementasi yang konkret.

"Reformasi berubah jadi lelucon mahal, kekuasaan mengaudit dirinya sendiri," sindirnya.

Herwin menegaskan bahwa polemik ini bukan semata persoalan teknis hukum, melainkan menyangkut sikap terhadap konstitusi.

"Ini bukan soal salah tafsir hukum. Ini soal pembangkangan konstitusi yang dibungkus regulasi internal," tegas Herwin.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD sebelumnya telah menyatakan bahwa Perpol ini tidak memiliki dasar hukum dan konstitusional yang kuat.

Mahfud menjelaskan bahwa aturan tersebut bertentangan dengan Putusan MK yang mewajibkan anggota Polri yang akan memasuki jabatan sipil untuk pensiun atau berhenti terlebih dahulu.

"Jadi Perpol ini tidak ada dasar hukum dan konstitusionalnya," tandas Mahfud.

Secara substantif, peraturan yang ditandatangani Kapolri pada 9 Desember 2025 ini dianggap sebagai bentuk penolakan terhadap reformasi yang bertujuan memisahkan secara tegas karier militer dengan jabatan sipil.

Para pengkritik melihat langkah ini sebagai upaya mempertahankan pengaruh dan membuka ruang bagi loyalitas ganda, yang bertentangan dengan semangat netralitas birokrasi.

Aturan tersebut juga dinilai mengabaikan prinsip negara hukum, di mana sebuah institusi seharusnya tunduk pada putusan tertinggi lembaga yudikatif.

Sinyal penolakan terhadap reformasi semakin kuat dengan argumen Polri bahwa peraturan ini mengacu pada UU yang lebih tinggi, meski bertentangan dengan putusan MK.

Akademisi seperti Erry Meta melihat celah hukum serius karena peraturan ini hanya mewajibkan pelepasan jabatan internal, bukan status keanggotaan aktif.

Pakar hukum tata negara Zaenal Arifin Muchtar juga mengkritik cakupan lembaga sipil yang diatur dalam Perpol sebagai berlebihan dan tidak sesuai dengan mandat MK.

Dengan berbagai kritik tersebut, Perpol Nomor 10 Tahun 2025 telah menempatkan agenda reformasi Polri pada persimpangan jalan antara kepatuhan pada konstitusi atau mempertahankan perluasan pengaruh institusional.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

-->

Below Post Ad

-->

Ads Bottom

-->
Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved