
Repelita [Jakarta] - Presiden Prabowo Subianto memicu kegaduhan nasional setelah menyebut kelapa sawit sebagai karunia Tuhan yang bisa diolah menjadi bahan bakar minyak, solar, hingga bensin, di tengah duka banjir bandang yang menghancurkan ribuan rumah dan menewaskan ratusan warga di berbagai wilayah Sumatera.
Pernyataan itu disampaikan dalam pidato sambutan puncak peringatan Hari Ulang Tahun ke-61 Partai Golkar di Istora Senayan pada Jumat, 5 Desember 2025.
"kita diberi karunia oleh maha kuasa, kita punya kelapa sawit bisa jadi bbm, bisa jadi solar, bisa jadi bensin juga" ujar Prabowo di hadapan ribuan kader partai berlambang pohon beringin.
Ia mengawali uraiannya dengan menggambarkan situasi dunia yang penuh ketidakpastian akibat konflik geopolitik, yang berpotensi membuat harga bahan bakar impor melambung tinggi dan mengancam ketahanan energi nasional.
Menurutnya, Indonesia harus bersyukur memiliki sumber daya kelapa sawit melimpah yang dapat menjadi jawaban atas ancaman krisis energi global.
Namun potongan video pidato itu langsung memantik kemarahan luar biasa di media sosial begitu beredar luas.
Ribuan warganet langsung menghubungkan ucapan tersebut dengan bencana hidrometeorologi baru-baru ini di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat yang diduga diperparah oleh konversi hutan menjadi perkebunan sawit secara masif.
Banyak yang menampilkan lahan gambut gundul, kawasan banjir bandang, serta foto korban jiwa langsung membanjiri kolom komentar sebagai bentuk protes keras.
Sebagian besar pengguna menilai pernyataan tersebut sangat tidak peka karena disampaikan ketika ribuan keluarga masih mengungsi dan ratusan korban belum ditemukan.
Ada pula yang mempertanyakan mengapa petani sawit kecil tetap miskin jika tanaman itu benar-benar anugerah, sementara perusahaan besar terus meraup keuntungan.
Meski begitu, sebagian kecil pendukung Prabowo membela dengan menyatakan bahwa maksud presiden adalah potensi kemandirian energi, bukan membenarkan praktik pembukaan lahan yang merusak lingkungan.
Mereka menilai sawit tetap memiliki nilai strategis asalkan dikelola dengan regulasi ketat dan tidak lagi mengorbankan hutan primer serta lahan gambut.
Namun suara pembelaan itu tenggelam oleh gelombang kritik yang jauh lebih besar, hingga kata “sawit” kembali menjadi trending topic dengan nada sarkastik dan kemarahan.
Polemik ini menegaskan kembali betapa sensitifnya isu kelapa sawit di Indonesia, terutama ketika dikaitkan dengan bencana ekologis yang baru saja merenggut nyawa dan menghancurkan ribuan rumah warga.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

