
Repelita Jakarta - Pemerintah sedang mempertimbangkan strategi pendekatan moderat untuk mengatasi maraknya aktivitas pertambangan tanpa izin yang terjadi di banyak wilayah Indonesia.
Langkah ini bukan berarti langsung mengesahkan operasi tambang ilegal, tetapi lebih kepada upaya penataan dan pembinaan terhadap tambang rakyat sehingga bisa diintegrasikan ke dalam kerangka perizinan resmi yang diawasi ketat.
Asisten Deputi Pengembangan Mineral dan Batubara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Herry Permana mengusulkan agar pembinaan tambang ilegal dapat mengadopsi model penataan sumur minyak dan gas bumi milik rakyat yang sempat beroperasi tanpa izin.
Ia menyampaikan pandangan tersebut dalam acara Bisnis Indonesia Forum pada Rabu, 10 Desember 2025.
Herry mencontohkan keberhasilan sektor migas dalam menata aktivitas ilegal sehingga sektor mineral dan batubara seharusnya juga mampu menerapkan pendekatan serupa dengan memberikan masa transisi misalnya empat tahun untuk penerbitan Izin Pertambangan Rakyat.
Rujukan utamanya adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang menetapkan tambang rakyat tanpa izin sebagai prioritas untuk ditata.
Menurut Herry aspek sosial tidak bisa diabaikan karena tambang rakyat sering menjadi sumber penghidupan masyarakat setempat.
Pemberantasan langsung dikhawatirkan akan menghilangkan lapangan kerja yang selama ini menjadi penopang ekonomi warga.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menekankan bahwa program pembinaan terhadap pertambangan tanpa izin sama sekali bukan bentuk legalisasi instan.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian ESDM Rilke Jeffri Huwae menjelaskan bahwa penataan tersebut memerlukan landasan regulasi serta filosofi kebijakan yang kokoh.
Pendekatan yang diutamakan adalah pembentukan kemitraan agar masyarakat di sekitar wilayah tambang dapat turut menikmati sumber daya alam sesuai koridor aturan yang berlaku.
Pernyataan Jeffri disampaikan di Jakarta pada Senin, 15 Desember 2025.
Ia juga menyebut bahwa peraturan menteri tentang pengelolaan sumur migas rakyat tahun 2025 tidak bisa langsung diterapkan pada pertambangan ilegal karena sifatnya yang lebih dinamis dan mudah bermunculan.
Oleh sebab itu Kementerian ESDM tetap menggabungkan upaya penindakan hukum dengan skema kemitraan.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menerapkan kebijakan tegas melalui sanksi administratif bagi aktivitas tambang ilegal di kawasan hutan dengan denda mencapai Rp6,5 miliar per hektare untuk penambangan nikel tanpa izin.
Data Kementerian ESDM mencatat ada 2.741 titik lokasi pertambangan tanpa izin yang tersebar di 28 provinsi dengan rincian 447 di luar wilayah izin usaha pertambangan, 132 di dalamnya, serta 2.132 lokasi yang statusnya belum terverifikasi lengkap.
Wilayah dengan jumlah PETI terbanyak adalah Jawa Timur dengan 649 lokasi diikuti Sumatra Selatan sebanyak 562 lokasi serta Jawa Barat, Jambi, dan Nusa Tenggara Timur.
Anggota Komisi XII DPR RI Ramson Siagian menyoroti kerugian negara yang sangat besar akibat aktivitas tambang ilegal tersebut.
Presiden Prabowo Subianto memperkirakan total kerugian negara dari tambang ilegal serta penyelundupan mineral dalam dua dekade terakhir mencapai sekitar Rp800 triliun.
Saat ini pemerintah sedang menyusun Peraturan Presiden mengenai pengelolaan mineral kritis dan strategis untuk memperkuat koordinasi antar kementerian terkait termasuk ESDM, Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Investasi, serta Hukum.
Regulasi baru ini diharapkan menjadi kerangka utama yang menyeimbangkan antara penegakan hukum, pembinaan terhadap tambang rakyat, dan peningkatan penerimaan negara dari sektor pertambangan.
Editor: 91224 R-ID Elok

