Breaking Posts

-->
6/trending/recent

Hot Widget

-->
Type Here to Get Search Results !

Ilusi Pembersihan: Mengapa Harapan Singkirkan Orang Jokowi Hanya Angan Publik?

 

Repelita Jakarta - Wartawan senior Edy Mulyadi menyatakan bahwa masih ada keyakinan kuat di masyarakat bahwa Presiden Prabowo Subianto akan membersihkan seluruh pengaruh era Joko Widodo dari lingkaran kekuasaan saat ini.

Menurut Edy Mulyadi, pandangan tersebut terus beredar luas di media sosial, obrolan informal, hingga analisis yang berpretensi akademis.

Namun, ia menilai bahwa bila mencermati perkembangan hingga akhir 2025, harapan itu lebih mirip ilusi daripada pembacaan realistis terhadap struktur kekuasaan.

Edy Mulyadi menegaskan bahwa masyarakat masih ingin mempertahankan keyakinan akan perubahan besar.

Padahal, politik berjalan berdasarkan logika kepentingan yang sudah mapan, bukan semata harapan publik.

Ia memahami sepenuhnya mengapa harapan itu muncul.

Selama satu dekade pemerintahan Jokowi, banyak warisan negatif yang tertinggal, seperti pelemahan lembaga antirasuah, pembusukan penegakan hukum, serta oligarki yang semakin telanjang.

Belum lagi manipulasi konstitusi demi mengakomodasi satu figur politik.

Kelelahan masyarakat terhadap kondisi tersebut sangat wajar.

Sehingga, saat Prabowo naik ke kursi presiden, banyak yang menitipkan asa bahwa kali ini akan benar-benar berbeda.

Edy Mulyadi menekankan bahwa politik bukan terapi emosional, melainkan kelanjutan dari berbagai interes yang telah terbentuk.

Narasi pembersihan orang-orang Jokowi sering hanya bertumpu pada simbol kecil, seperti gestur pertemuan, ucapan normatif, atau absennya konflik terbuka.

Padahal, ketiadaan konflik justru sering menandakan konsolidasi aliansi, bukan penyucian.

Contohnya adalah Luhut Binsar Pandjaitan yang tetap berperan besar.

Ia bukan sekadar individu, tapi simpul kekuasaan yang menghubungkan modal global, proyek strategis, serta jaringan militer senior.

Luhut juga menjadi penentu kepercayaan investor asing.

Menyingkirkannya berarti mengguncang arsitektur ekonomi-politik satu dekade terakhir.

Edy Mulyadi menilai Prabowo tidak memiliki insentif untuk melakukan itu di awal masa jabatannya.

Hal serupa terjadi pada Kapolri Listyo Sigit Prabowo yang masih dipertahankan.

Ia adalah produk kompromi politik era Jokowi untuk menjaga stabilitas dan kelestarian pengaruh lama.

Jika ada niat memutus rantai, bukti nyata seharusnya sudah ada melalui reformasi struktural di Polri dan pembukaan kembali kasus besar.

Namun, hingga kini semua itu belum terwujud.

Edy Mulyadi bertanya mengapa publik masih ingin percaya.

Pertama, karena keputusasaan mendalam setelah oposisi dilemahkan dan institusi pengawas dilumpuhkan.

Kedua, karena mitos Prabowo sebagai jenderal tegas yang terus diproduksi, padahal rekam jejaknya menunjukkan sifat kompromistis.

Ketiga, karena kesalahpahaman bahwa pergantian presiden otomatis mengubah rezim.

Padahal, yang sering terjadi hanya pergeseran wajah, sementara pengaruh Jokowi melalui Gibran, aparat, dan jejaring ekonomi tetap kuat.

Fakta paling jelas adalah tidak adanya tanda pemutusan struktural sejak hari pertama.

Yang terlihat justru perawatan dan keberlanjutan dengan kemasan baru.

Edy Mulyadi menyimpulkan bahwa pertanyaan yang lebih jujur bukan kapan pembersihan terjadi.

Melainkan, sampai kapan publik mau memelihara ilusi perubahan.

Politik hanya menipu mereka yang terlalu ingin percaya, bukan yang selalu waspada.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

-->

Below Post Ad

-->

Ads Bottom

-->
Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved