
Repelita Aceh - Pengibaran bendera bulan bintang di Lhokseumawe memicu perdebatan sengit terkait respons aparat terhadap aksi masyarakat setempat.
Penulis Dayat Piliang menilai pemerintah seharusnya melakukan introspeksi mendalam atas fenomena tersebut.
“Negara harus evaluasi kenapa bendera itu berkibar,” kata Penulis Dayat Piliang dalam unggahannya di X pada Senin, 29 Desember 2025.
Ia mengkritik sikap defensif berlebihan yang ditunjukkan aparat hingga melakukan pemukulan terhadap warga yang sedang konvoi menyampaikan aspirasi.
Menurut Dayat, pengibaran bendera tersebut merupakan bentuk ekspresi masyarakat yang seharusnya dijawab dengan pendekatan evaluatif, bukan kekerasan.
“Bukan malah defensif berlebihan sampai memukil rakyat yang konvoi menyuarakan aspirasinya,” terangnya.
Dayat juga mengingatkan bahwa sebelumnya masyarakat Aceh pernah mengibarkan bendera putih sebagai simbol protes, namun tidak mendapatkan tanggapan memadai.
“Bendera putih diabaikan, bendera bulan bintang direpresi habis-habisan,” pungkasnya.
Pusat Penerangan TNI merespons beredarnya video pembubaran aksi di Lhokseumawe pada 25 Desember 2025.
Melalui akun resmi @Puspen_TNI, TNI menyayangkan penyebaran konten yang dianggap berisi narasi tidak benar dan mendiskreditkan institusi.
TNI menegaskan bahwa informasi yang berkembang tidak mencerminkan fakta lapangan serta berpotensi menyesatkan masyarakat.
Peristiwa bermula pada pagi 25 Desember 2025 dan berlanjut hingga dini hari berikutnya di Lhokseumawe.
Sekelompok warga berkumpul, melakukan konvoi, menggelar demonstrasi, serta mengibarkan bendera bulan bintang yang identik dengan simbol GAM.
Aksi tersebut disertai teriakan yang dinilai dapat memprovokasi publik dan mengganggu ketertiban, terutama di tengah proses pemulihan pascabencana.
Setelah menerima laporan, Danrem 011/Lilawangsa Kolonel Inf Ali Imran berkoordinasi dengan Polres Lhokseumawe.
Personel TNI dan Polri mendatangi lokasi dengan mengedepankan pendekatan persuasif serta menghimbau penghentian aksi dan penyerahan bendera.
"Namun karena imbauan tersebut tidak diindahkan, aparat melakukan pembubaran secara terukur dengan mengamankan bendera guna mencegah eskalasi situasi," katanya dalam rilis pada Jumat, 26 Desember 2025.
Dalam proses itu terjadi adu mulut, dan saat pemeriksaan ditemukan satu pucuk senjata api jenis Colt M1911 beserta amunisi, magazen, serta senjata tajam pada salah seorang peserta.
Orang tersebut langsung diamankan dan diserahkan ke polisi untuk diproses hukum.
TNI menjelaskan pelarangan pengibaran bendera bulan bintang berdasarkan ketentuan hukum karena simbol itu dikaitkan dengan gerakan separatis yang bertentangan dengan kedaulatan NKRI.
Dasar hukum meliputi Pasal 106 dan 107 KUHP, Pasal 24 huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009, serta Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2007.
Koordinator lapangan aksi menyatakan bahwa kejadian hanya bersifat selisih paham dan kedua belah pihak sepakat berdamai.
TNI mengimbau masyarakat tidak mudah terprovokasi informasi yang belum terverifikasi.
Aparat akan terus mengedepankan dialog, pendekatan persuasif, dan humanis untuk menjaga stabilitas keamanan serta mendukung pemulihan sosial-ekonomi Aceh pascabencana.
"TNI berkomitmen menjaga Aceh tetap aman, damai, dan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia," tandasnya.
Editor: 91224 R-ID Elok

