Repelita Teheran - Gelombang demonstrasi terluas di Iran dalam tiga tahun belakangan terjadi pada 29 Desember 2025 setelah nilai rial mencapai rekor terendah terhadap dolar Amerika Serikat.
Televisi negara mengabarkan pengunduran diri Gubernur Bank Sentral Mohammad Reza Farzin di tengah aksi unjuk rasa pedagang dan pemilik usaha di kawasan pusat kota.
Para demonstran berkumpul di Jalan Saadi serta wilayah Shush yang berdekatan dengan Pasar Besar Teheran, lokasi bersejarah yang pernah berperan besar dalam Revolusi Islam 1979.
Kantor berita resmi IRNA membenarkan adanya protes tersebut pada hari yang sama.
Saksi mata melaporkan aksi serupa menyebar ke kota-kota utama lain seperti Isfahan di bagian tengah, Shiraz di selatan, serta Mashhad di timur laut negara itu.
Di beberapa titik di Teheran, aparat keamanan menggunakan gas air mata untuk membubarkan kerumunan.
Aksi pada 29 Desember 2025 ini menjadi yang paling masif sejak gelombang protes nasional tahun 2022 yang dipicu kematian Mahsa Jina Amini di tahanan polisi moral.
Para saksi kepada media internasional menyatakan bahwa pedagang menutup kios mereka secara massal dan mengajak yang lain ikut serta.
Kantor berita semi-resmi ILNA melaporkan sebagian besar usaha menghentikan aktivitas perdagangan meskipun ada yang tetap beroperasi.
Sehari sebelumnya pada 28 Desember 2025, demonstrasi masih terbatas di dua pasar keliling utama pusat kota dengan teriakan slogan-slogan menentang pemerintah.
Penurunan nilai rial secara drastis memperparah lonjakan inflasi yang berdampak langsung pada harga bahan pokok dan kebutuhan harian masyarakat.
Pada 28 Desember 2025, kurs rial jatuh ke level 1,42 juta per dolar AS.
Keesokan harinya pada 29 Desember 2025, nilai tersebut sedikit pulih menjadi 1,38 juta per dolar AS.
Isu pengunduran diri Farzin sudah beredar luas selama seminggu terakhir.
Saat ia mulai menjabat pada akhir 2022, kurs rial masih berada di kisaran 430.000 per dolar AS.
Depresiasi cepat ini semakin menekan daya beli rumah tangga, terutama setelah penyesuaian harga bahan bakar baru-baru ini.
Data pusat statistik negara menunjukkan tingkat inflasi tahunan pada Desember 2025 mencapai 42,2 persen dibanding periode sama tahun sebelumnya.
Angka tersebut naik 1,8 persen dari bulan November.
Harga makanan melonjak hingga 72 persen sementara barang kesehatan dan medis meningkat 50 persen dibanding Desember tahun lalu.
Banyak pengamat menganggap kondisi ini sebagai tanda awal mendekati hiperinflasi.
Media resmi melaporkan rencana pemerintah menaikkan pajak pada tahun baru Iran yang dimulai 21 Maret mendatang, sehingga menambah keresahan publik terhadap prospek ekonomi.
Pada era kesepakatan nuklir 2015, rial diperdagangkan di level 32.000 per dolar AS sebelum sanksi internasional dicabut sementara.
Kesepakatan itu runtuh setelah Amerika Serikat keluar secara sepihak pada 2018.
Ketidakpastian kembali muncul pasca konflik singkat dengan Israel pada Juni 2025 serta kekhawatiran eskalasi lebih luas yang melibatkan Amerika Serikat.
Pada September 2025, PBB mengaktifkan kembali sanksi nuklir melalui mekanisme snapback yang membekukan aset luar negeri Iran, menghentikan transaksi senjata, serta membatasi program rudal balistik.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

