Breaking Posts

-->
6/trending/recent

Hot Widget

-->
Type Here to Get Search Results !

Anggota Polda Metro akui jadi pelapor demo ricuh di DPR atas perintah pimpinan

Repelita Jakarta Pusat - Seorang personel Polri bernama Herryanto mengakui dirinya sebagai pembuat laporan polisi terkait demonstrasi yang berakhir rusuh di kompleks Gedung DPR RI pada 30 Agustus 2025.

Pengakuan tersebut disampaikan Herryanto saat memberikan keterangan sebagai saksi dalam persidangan terhadap 21 terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin, 15 Desember 2025.

Herryanto yang bertugas di Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya menyatakan bahwa laporan dibuat berdasarkan instruksi lisan dari pimpinannya karena situasi aksi massa telah menjadi anarkistis.

Ia menjelaskan bahwa laporan yang dibuat berbentuk Model A, yaitu jenis laporan yang dibuat anggota kepolisian atas peristiwa pidana yang sedang atau telah terjadi.

Ketika ditanya jaksa penuntut umum mengenai surat perintah tertulis, Herryanto menegaskan tidak ada karena perintah datang secara lisan dari atasan akibat kondisi darurat kerusuhan.

Herryanto menceritakan bahwa ia telah berada di lokasi Gedung DPR sejak pukul 14.00, sementara kerusuhan mulai muncul sekitar pukul 16.00 pada hari kejadian.

Pimpinannya kemudian memerintahkan secara langsung agar ia membuat laporan polisi Model A karena menyaksikan sendiri perkembangan situasi yang memanas.

Kuasa hukum terdakwa menanyakan apakah Herryanto secara langsung melihat para terdakwa melakukan perusakan atau penyerangan terhadap petugas.

Herryanto menjawab bahwa ia tidak menyaksikan secara spesifik perbuatan para terdakwa karena massa yang terlibat sangat banyak dan situasi kacau.

Namun, dasar pembuatan laporan adalah adanya tindak pidana kerusuhan secara keseluruhan, di mana massa melawan aparat dan mengabaikan imbauan petugas.

Jaksa penuntut umum mendakwa Delpedro Marhaen serta tiga rekannya karena mengunggah sekitar 80 konten di media sosial yang bersifat memprovokasi terkait aksi demonstrasi Agustus 2025.

Konten tersebut diunggah melalui beberapa akun Instagram yang dikelola para terdakwa antara 24 hingga 29 Agustus 2025 dengan tujuan membangkitkan kebencian terhadap pemerintah serta memicu kerusuhan massal.

Unggahan itu menciptakan efek jaringan yang dimanfaatkan algoritma platform untuk menyebarluaskan pesan secara lebih luas.

Jaksa menyatakan konten tersebut mendorong pelajar, termasuk anak di bawah umur, untuk bolos sekolah, menyembunyikan identitas, serta berada di barisan terdepan konfrontasi yang membahayakan keselamatan mereka.

Akibatnya, terjadi kerusuhan dengan kerusakan fasilitas umum, luka pada aparat, serta rasa tidak aman di kalangan masyarakat.

Para terdakwa didakwa dengan beberapa pasal, antara lain pelanggaran Undang-Undang ITE, penghasutan sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, serta ketentuan perlindungan anak.

Setelah pembacaan dakwaan, Delpedro Marhaen menyampaikan pernyataan pribadi yang mewakili dirinya dan ketiga terdakwa lainnya.

Ia mempertanyakan kemampuan negara membedakan antara kritik sah dengan kejahatan serta antara oposisi politik dengan penghasutan.

Delpedro menegaskan bahwa mereka bukan penghasut melainkan warga negara yang menjalankan hak konstitusional untuk menyampaikan pendapat.

Ia menyatakan bahwa persidangan ini tidak hanya mengadili mereka, tetapi juga menguji masa depan kebebasan berpendapat di Indonesia.

Para terdakwa menyatakan akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi terhadap dakwaan jaksa.

Persidangan kasus dugaan penghasutan ini akan dilanjutkan pada 23 Desember 2025 dengan agenda pembacaan eksepsi dari pihak terdakwa.

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

-->

Below Post Ad

-->

Ads Bottom

-->
Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved