Repelita Jakarta - Tokoh senior politik Amien Rais menyatakan bahwa proses pembaruan institusi Kepolisian Republik Indonesia berisiko mengalami kebuntuan sejak tahap awal pembentukannya.
Pandangan kritis itu muncul setelah Presiden Prabowo Subianto melantik Komisi Percepatan Reformasi Polri pada 7 November 2025.
Komisi beranggotakan sepuluh orang itu dipimpin oleh Jimly Asshiddiqie dengan tugas menyelesaikan pekerjaan dalam waktu tiga bulan serta menyampaikan laporan kepada presiden pada awal Februari 2026.
Menurut Amien Rais susunan personel komisi justru mengandung potensi penghambat bagi capaian reformasi yang diharapkan.
Keikutsertaan beberapa mantan pejabat serta anggota aktif kepolisian dalam komisi dianggap rentan memunculkan benturan kepentingan sehingga sulit menghasilkan transformasi mendalam.
Ia khawatir kondisi tersebut akan mengarah pada stagnasi dalam pengambilan keputusan penting.
Amien Rais juga mengarahkan sorotan pada tindakan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang dinilainya menunjukkan ketidakpatuhan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-XIII/2025.
Pernyataan itu disampaikan Amien Rais melalui kanal YouTube pribadinya.
Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut secara tegas menetapkan bahwa personel Polri hanya boleh mengisi jabatan sipil di luar institusi kepolisian setelah keluar dari dinas aktif atau memasuki masa pensiun.
Namun peraturan internal kepolisian yang diterbitkan kemudian membuka peluang bagi anggota aktif untuk menduduki posisi di berbagai kementerian serta lembaga pemerintahan.
Dalam perspektif Amien Rais hal itu mencerminkan minimnya pengendalian politik atas institusi penegak hukum sekaligus menjadi tes berat bagi kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
Ketidaktegasan presiden dalam merespons kebijakan tersebut dapat diartikan sebagai bentuk toleransi yang tidak diharapkan.
Amien Rais turut menyebut peringatan sebelumnya dari Mahfud MD mengenai kesalahan dalam kebijakan serupa.
Akan tetapi pengaruh Kapolri dinilai lebih dominan sehingga masukan dari dalam tidak lagi berdampak signifikan apalagi keduanya berada dalam satu wadah komisi yang sama.
Situasi ini semakin menguatkan prediksi bahwa agenda pembaruan kepolisian akan menghadapi hambatan besar dan sulit mencapai hasil optimal sesuai aspirasi masyarakat.
Editor: 91224 R-ID Elok

