Repelita Jakarta - Aktivis serta advokat Ahmad Khozinuddin menilai bahwa negara tampak tidak berdaya menghadapi kekuatan oligarki di sektor perkebunan kelapa sawit dan industri kayu yang menjadi biang keladi berbagai bencana ekologi di Indonesia.
Ia menyatakan bahwa selama ini fokus pemerintah lebih tertuju pada mitigasi dampak musibah alam, sementara akar masalah berupa penghancuran lingkungan hidup tidak pernah ditangani dengan langkah tegas dan konsekuen.
Ahmad Khozinuddin mengkritik pola narasi resmi yang cenderung menyalahkan fenomena cuaca ekstrem serta volume hujan berlebih sebagai pemicu utama banjir serta longsor, tanpa pernah menyentuh aspek kebijakan yang mempercepat kerusakan tatanan alam.
Menurutnya, pembabatan hutan secara luas serta ekspansi perkebunan sawit telah melenyapkan kemampuan hutan sebagai penahan air, sehingga hujan yang mestinya menjadi berkah justru menjelma menjadi malapetaka bagi masyarakat.
Kehadiran negara dalam situasi seperti ini, katanya, tidak boleh hanya bersifat formalitas semata, melainkan harus mampu memberikan rasa tenteram bagi rakyat melalui kepemimpinan yang benar-benar mendampingi di saat sulit.
Pemimpin sejati harus siap menjadi tameng bagi warganya dengan berani menghadapi segala ancaman, bukan hanya menyuguhkan kata-kata penghiburan tanpa kebijakan nyata yang dirasakan oleh rakyat.
Ahmad Khozinuddin juga menyoroti ketidakseimbangan dalam penegakan aturan terkait pelanggaran lingkungan.
Rakyat kecil sering dijadikan sasaran atas tuduhan pengelolaan sumber daya yang buruk, sementara aktor besar di ranah sawit serta kayu hampir selalu lolos dari jerat hukuman berarti.
Oligarki kayu, oligarki sawit ini tidak pernah dihukum oleh negara.
Ucapan tersebut disampaikan Ahmad Khozinuddin dalam wawancara yang ditayangkan melalui kanal resmi YouTube iNews pada akhir Desember 2025.
Ia secara khusus merujuk pada proses audit lahan perkebunan sawit ilegal yang pernah dikoordinasikan oleh mantan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan.
Dari total sekitar sembilan juta hektare yang diaudit, terungkap adanya lebih dari tiga juta hektare kebun sawit yang tidak memiliki dasar hukum sah.
Bukan sanksi keras yang diberlakukan, melainkan proses legalisasi atau pemutihan yang diterapkan terhadap lahan-lahan bermasalah tersebut.
Langkah tersebut dinilainya justru semakin memicu pembalakan hutan secara tidak terkendali karena tidak ada efek gentar bagi pelaku.
Kebijakan pemutihan lahan ilegal menandakan ketidakberpihakan negara terhadap kepentingan masyarakat serta kelestarian alam.
Praktik itu tidak hanya bebas dari konsekuensi hukum, tetapi juga membuka kesempatan lebih luas bagi perluasan perkebunan di luar kawasan yang diizinkan, sehingga kerusakan hutan semakin parah di banyak daerah.
Ahmad Khozinuddin menandaskan bahwa pengaruh oligarki sawit telah merajalela hampir di seluruh Nusantara, termasuk di Pulau Sumatera dan wilayah lain.
Walaupun saya ingin tegaskan, ya, mungkin ungkapan yang saya sampaikan ada beberapa yang hiperbola, ya, mohon maaf, karena ini memang fungsi dari rakyat itu seperti ini. Jangan harapkan rakyat itu fungsinya seperti buzzer.
Editor: 91224 R-ID Elok

