Stabilitas Ekonomi Rakyat: Refleksi dari Era Soeharto
Oleh: Rina Syafri
Harga Pokok dan Rasa Tenang
Nenek saya adalah saksi perjalanan panjang bangsa ini. Beliau hidup sejak sebelum Soekarno menjadi presiden hingga era Jokowi. Dari sekian banyak periode, ada satu masa yang selalu beliau kenang sebagai masa paling tenang: era Presiden Soeharto.
Pada masa itu, kebutuhan pokok terasa sangat terjangkau. Dengan uang Rp10.000, nenek bisa membawa pulang beras, minyak goreng, gula pasir, dan berbagai kebutuhan rumah tangga lain. Bahkan, masih ada sisa untuk berbagi dengan tetangga. Gambaran sederhana ini menunjukkan betapa stabilnya harga kebutuhan pokok kala itu, sehingga rakyat kecil merasa aman dan tenang dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Beliau masih ingat jelas, harga gula pasir hanya Rp1.000 per kilogram, beras Rp2.000 per kilogram, dan minyak goreng seperempat kilogram Rp250. Dengan angka-angka itu, satu keluarga bisa makan layak tanpa harus khawatir uang cepat habis. Kehidupan terasa lebih sederhana, penuh rasa syukur, dan solidaritas antarwarga pun terjaga karena masih ada ruang untuk berbagi.
Perubahan Pasca Reformasi
Setelah era tersebut berakhir, nenek merasakan perubahan besar. Uang Rp50.000 yang dibawa ke pasar tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Apa yang didapat hanya pas-pasan, bahkan sering kali kurang. Perbandingan ini menjadi refleksi nyata tentang bagaimana rakyat kecil merasakan langsung dampak perubahan ekonomi dari satu rezim ke rezim berikutnya.
Pelajaran untuk Pemerintah Kini
Opini ini bukan untuk menghakimi atau menutup mata terhadap catatan sejarah lain dari masa Soeharto. Melainkan sebuah potret pengalaman rakyat kecil yang menekankan pentingnya stabilitas harga dan keterjangkauan kebutuhan pokok. Dari cerita nenek saya, kita belajar bahwa kebijakan ekonomi yang berpihak pada rakyat kecil adalah fondasi penting bagi kesejahteraan bangsa.
Bagi pemerintah saat ini, refleksi tersebut bisa menjadi pengingat bahwa keberhasilan pembangunan tidak hanya diukur dari angka pertumbuhan ekonomi, melainkan dari kemampuan rakyat untuk hidup tenang, membeli kebutuhan pokok dengan harga wajar, dan merasakan keadilan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.
Penutup
Stabilitas ekonomi bukan sekadar nostalgia masa lalu, melainkan kebutuhan nyata rakyat hari ini. Cerita nenek saya adalah suara hati rakyat kecil yang berharap agar pemerintah terus menghadirkan kebijakan yang membuat hidup terasa lebih ringan, harga lebih bersahabat, dan solidaritas sosial tetap terjaga.
Doa: Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan ampunan dan rahmat-Nya kepada almarhum Presiden Soeharto, yang pernah menghadirkan masa tenang bagi rakyat kecil. Semoga pula nenek saya diberikan tempat terbaik di sisi-Nya, diterima segala amal kebaikan, dan dikenang sebagai teladan kesederhanaan serta ketulusan berbagi.

