
Repelita Jakarta - Penduduk di wilayah Sumatera Barat, Sumatera Utara, serta berbagai kabupaten di Aceh yang menjadi korban bencana alam masih bergulat dengan beragam kesulitan, terutama dalam mendapatkan layanan kesehatan dan aksesibilitas ke fasilitas penunjang.
Ketua Divisi Relawan Mer-C, Dr. Guntur Utama P, yang telah mengunjungi langsung area terdampak, melaporkan bahwa kondisi di lapangan belum mencapai standar yang layak sehingga memerlukan intervensi berkelanjutan dari berbagai pihak.
Temuan survei tim Mer-C di lokasi seperti Aceh Tamiang dan Bener Meriah mengungkap pola masalah yang mirip di antara komunitas setempat.
“Untuk keberlanjutannya, kita bekerja sama dengan pemerintah, Kemenkes, relawan lain, BNPB, BPBD, dan Basarnas untuk membuka akses,” ucapnya.
Trauma mental masih mendominasi, khususnya di kalangan warga Aceh yang memiliki pengalaman traumatis dari bencana tsunami sebelumnya.
Meskipun pasokan makanan mulai memadai seiring aktivitas masyarakat yang mulai pulih, kebutuhan pokok lainnya seperti hunian sementara dan sarana sanitasi tetap menjadi prioritas mendesak.
Kendala seperti keterbatasan air bersih, sistem pembuangan limbah yang buruk, serta fasilitas mandi cuci kakus yang minim terus mempersulit kehidupan sehari-hari warga.
Endapan lumpur yang masih menimbun beberapa kawasan semakin menyulitkan pergerakan, sementara stok obat untuk keluhan kulit akibat masalah kebersihan sangat langka dan mendesak.
Upaya perbaikan infrastruktur vital seperti jaringan listrik sedang berjalan meski belum konsisten dengan seringnya pemadaman akibat kerusakan kabel yang belum tuntas diperbaiki.
Konektivitas sinyal telepon di sebagian wilayah tetap rendah sehingga menghambat komunikasi dan koordinasi antar tim penolong.
Ketersediaan air minum layak juga menjadi isu krusial yang belum terselesaikan di banyak titik bencana.
Dari perspektif kesehatan, pos kesehatan darurat menjadi andalan utama karena sebagian puskesmas rusak parah atau tidak mampu beroperasi penuh.
Puskesmas yang lolos dari kerusakan berupaya melayani warga tetapi kelebihan beban karena lonjakan pasien yang tinggi.
Dr. Guntur menekankan perlunya penambahan posko medis serta aktivasi ulang fasilitas kesehatan, termasuk penguatan rumah sakit rujukan milik swasta maupun negeri untuk memperlancar alur pasien.
“Dari sisi medis sendiri, yang kita harapkan adalah lebih banyak fasilitas atau posko kesehatan yang ada dan yang paling kita harapkan nantinya bisa diaktifkan kembali. Atau pusat rujukan kesehatan, misalnya rumah sakit, baik swasta maupun RSUD, atau klinik-klinik utama,” terangnya.
Di Aceh, beberapa distrik masih terputus dari jalur darat karena jembatan roboh dan akses lumpur yang sulit dilalui.
Tim relawan terpaksa memanfaatkan kapal karet serta sepeda motor trail melalui rute berlumpur ekstrem untuk menjangkau zona terisolasi.
Penanganan darurat dilakukan secara kolaboratif melibatkan pemerintah daerah, Kementerian Kesehatan, BNPB, BPBD, Basarnas, serta kelompok relawan lain guna membuka jalur akses dan memetakan seluruh area bencana agar bantuan merata.
Editor: 91224 R-ID Elok

