Palti menilai tindakan Purbaya berbeda arah dengan pernyataan Presiden Prabowo Subianto, yang sebelumnya menyatakan kesiapannya menanggung kewajiban negara dalam proyek kerja sama dengan China tersebut.
“Tidak sependapat dengan Prabowo, Purbaya lebih memilih tidak membayar utang Whoosh,” tulis Palti di X @PaltiWest, Senin 17 November 2025.
Ia mempertanyakan kewenangan seorang menteri untuk menolak arahan presiden dalam proyek strategis berskala nasional.
“Emangnya Purbaya bisa menolak perintah Prabowo yang siap menanggung utang Whoosh?” ujar Palti.
Sebelumnya, Prof Mahfud MD menegaskan bahwa pemerintah tetap memiliki kewajiban melunasi biaya proyek kerja sama dengan China sesuai kontrak internasional yang mengikat secara hukum.
“Pemerintah, dengan skema apapun, memang harus membayar biaya proyek Whoosh dengan China,” tulis Mahfud di X @mohmahfudmd pada 16 November 2025.
Ia menekankan bahwa pemenuhan kewajiban pembayaran tidak meniadakan upaya penegakan hukum terhadap dugaan penyimpangan dana dalam proyek tersebut.
“Tetapi dugaan korupsinya harus tetap diselidiki. Memenuhi kewajiban bayar bukan berarti menghapus korupsinya. Bagus juga, KPK ternyata tetap bergerak,” tambah Mahfud.
Mahfud kemudian menyinggung keterlibatan Purbaya dalam pembahasan teknis proyek sebelum isu ini langsung ditangani Presiden.
Ia menekankan, sejak proyek Whoosh berada di bawah kendali presiden, Purbaya sebaiknya fokus pada pemberantasan korupsi di lingkungan Kementerian Keuangan, termasuk membersihkan Ditjen Pajak dan Bea Cukai dari praktik korupsi yang masih terjadi.
“Harus lanjutkan membersihkan Ditjen Pajak dan Bea Cukai dari korupsi dan semua tikus yang bersembunyi di sana,” tandas Mahfud. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

