Repelita Bandung - Pemerhati politik dan kebangsaan M Rizal Fadillah menilai kasus dugaan ijazah palsu Jokowi menjadi bukti nyata bahwa institusi Polri berada di bawah pengaruh Presiden.
Ia menyebutkan, sejak dugaan ijazah Jokowi muncul, Polri seolah bertindak bak pelindung tanpa mempertimbangkan profesionalisme.
Menurut M Rizal Fadillah, Jokowi dengan wajah lugu tampak menjadi pengendali polisi, di mana setiap pertanyaan terkait ijazahnya dijawab seolah perintah “jangan ganggu bossku”.
Ia menegaskan, meski Jokowi bukan lagi presiden, aparat kepolisian tetap mengabdi dan melindungi, sehingga Kapolri bagai tersandera dalam politik balas budi.
Bareskrim dan Polda Metro Jaya, kata M Rizal Fadillah, kehilangan independensi ketika menghadapi pengkaji dan pengkritisi, semua dilakukan demi membantu Jokowi.
Ia menegaskan bahwa prosedur hukum normal seharusnya menempatkan Jokowi sebagai tersangka dan menjalani proses hingga tuntas.
Namun dalam praktiknya, Polri justru menunda penyelidikan pengaduan TPUA tanggal 9 Desember 2024 hingga 10 April 2025, dan penghentian penyelidikan diumumkan Dirtipidum pada 22 Mei 2025, yang menurut M Rizal Fadillah melanggar hukum.
TPUA melaporkan Dirtipidum Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro ke Propam dan Irwasum Polri, namun tindak lanjutnya tidak jelas, sementara Jokowi tetap dilindungi dan Djuhandhani naik pangkat.
Ia menambahkan, di tengah konspirasi Jokowi dan Mabes Polri, Polda Metro Jaya justru menerima laporan Jokowi terkait pencemaran, fitnah, penghasutan, dan manipulasi informasi elektronik, dengan delapan orang ditetapkan tersangka.
Menurut M Rizal Fadillah, kepentingan Jokowi menjadi faktor penentu, di mana proses LP dan BAP berlangsung cepat tanpa prosedur yang jelas, termasuk penyitaan ijazah SMA dan S-1 Jokowi yang akhirnya bisa diperlihatkan langsung ke Projo.
Ia menegaskan, semestinya klaster utama harus menempatkan Jokowi sebagai tersangka, namun karena Polri berada di bawah pengaruh Jokowi, hal itu tidak terjadi, sementara aktivis dan peneliti menjadi tersangka.
M Rizal Fadillah menilai kondisi ini merupakan bentuk kriminalisasi hukum dan pemerkosaan prinsip keadilan, di mana kepercayaan publik terhadap Polri akan semakin menipis.
Ia menambahkan, survei Indikator menunjukkan institusi kepolisian berada di peringkat kedua paling tidak dipercaya publik, setelah DPR, dan ketiga adalah partai politik.
Chris Komari, Ketua Forum Diaspora Indonesia yang berkedudukan di California, AS, menyebut Polri dalam penanganan kasus ini bagai “a bunch of bullshiters”, kelompok pembohong terkait keaslian ijazah Jokowi.
M Rizal Fadillah menegaskan, Jokowi sendiri mengeluh bahwa kasus ijazah palsunya telah mendunia, dan pemulihan seharusnya dimulai dengan Jokowi menjalani proses hukum, bukan berleha-leha menipu publik.
Ia menyimpulkan, kejahatan utama Jokowi adalah menghancurkan marwah Polri, menjadikan institusi kepolisian sebagai “a bunch of bullshiters” yang tunduk pada kepentingan pribadinya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

