Kasus ini bermula dari tanah seluas 16 hektare milik JK di Makassar yang telah dibeli lebih dari 35 tahun lalu. Sertifikat tanah tersebut sah, namun tiba-tiba diklaim pihak lain melalui skema yang diduga melibatkan pemalsuan dokumen. Mahfud menegaskan bahwa pola seperti ini bukan kasus tunggal, tetapi modus yang berulang di berbagai daerah dan menimpa berbagai kalangan, termasuk pejabat tinggi.
“Yang terjadi pada Pak JK itu adalah modus umum penggarong tanah. Sertifikatnya asli, tanahnya dibeli puluhan tahun lalu, tapi tiba-tiba dijual oleh orang lain yang tidak punya hak,” kata Mahfud, Jumat (15/11/2025).
Ia menambahkan, dalam banyak kasus serupa, korban justru ditempatkan sebagai pihak yang harus membuktikan haknya di pengadilan. Mahfud menekankan bahwa permainan semacam ini biasanya melibatkan jaringan kuat di BPN, aparat, dan lembaga peradilan, sehingga penegakan hukum menjadi rumit.
Sudirman Said, mantan Menteri ESDM yang hadir dalam diskusi, menyatakan bahwa perubahan konstelasi politik sering membuka peluang bagi kasus lama diproses kembali. “You can run but you cannot hide,” ujarnya, menegaskan bahwa hukum akan menemukan jalannya meski sempat terhambat.
JK sendiri turun langsung ke lokasi sengketa dan menegaskan haknya atas tanah tersebut. “Saya punya sertifikat, saya beli sendiri, tapi tiba-tiba dibilang punya orang lain. Itu perampokan namanya,” katanya pada Jumat (15/11/2025). Ia menyatakan siap membawa perkara ini ke ranah hukum tertinggi untuk memastikan keadilan ditegakkan.
Mahfud mengenang pengalamannya saat menjabat Menko Polhukam, ketika menghadapi kasus serupa, termasuk tanah milik BUMN yang telah bersertifikat namun kalah di pengadilan karena dokumen palsu. Ia menegaskan pentingnya menindak aparat atau pihak yang terlibat sebelum eksekusi dilakukan agar keadilan tidak terlanggar.
“Pola ini berulang. Dulu saya pernah hentikan eksekusi semacam itu dan bilang pidanakan dulu semua yang bermain sebelum dieksekusi,” ujarnya.
Kedua tokoh menekankan bahwa persoalan mafia tanah merupakan cermin kebobrokan sistem hukum yang masih mengizinkan adanya manipulasi dokumen dan persekongkolan dengan aparat.
Mahfud menutup diskusi dengan peringatan bahwa negara diuji dari cara hukum ditegakkan, dan keberanian untuk menegakkan kebenaran tidak boleh luntur di bawah bayang mafia yang berseragam rapi.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

