Habiburokhman menyatakan, KUHAP yang baru justru memperketat seluruh tindakan aparat, termasuk penggeledahan dan penyitaan yang kini wajib mendapat izin hakim, sehingga tidak bisa dilakukan sembarangan.
Ia menjelaskan bahwa hak tersangka juga diperkuat, mencakup pemberitahuan kepada keluarga, kejelasan bukti permulaan, serta persyaratan penahanan yang lebih terukur.
Politisi Partai Gerindra itu menekankan, semua perubahan merupakan aspirasi masyarakat sipil yang selama ini kritis terhadap penyalahgunaan kewenangan.
Habiburokhman menegaskan, Komisi III DPR bekerja berdasarkan aspirasi publik, bukan kepentingan institusi tertentu, dan meminta masyarakat menilai KUHAP berdasarkan teks resmi, bukan unggahan provokatif di media sosial.
Ia menjelaskan hampir seluruh rumusan KUHAP berasal dari masukan publik melalui uji publik, termasuk dari kampus, LSM, dan praktisi hukum.
Komisi III juga menerima masukan dari Institute for Criminal Justice Reform, The Indonesian Judicial Monitoring Society, LBH, akademisi fakultas hukum, dan berbagai elemen masyarakat lainnya.
Setiap pasal KUHAP telah melewati uji publik, dialog, dan diskusi teknis sebelum ditetapkan.
Habiburokhman menekankan keterbukaan terhadap kritik, namun kritik harus berdasar pada teks undang-undang, karena 99 persen isi KUHAP merupakan aspirasi rakyat.
Ia berharap KUHAP baru menjadi fondasi reformasi peradilan pidana, memperkuat perlindungan hak warga negara, dan menutup celah penyalahgunaan kewenangan.
Habiburokhman menegaskan KUHAP bukan milik pemerintah atau DPR, melainkan milik masyarakat, sebagai karya bersama untuk mewujudkan keadilan. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

