Repelita Pekanbaru - Tenaga Ahli Gubernur Riau, Tata Maulana, akhirnya angkat bicara mengenai Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di lingkungan Dinas PUPR-PKPP Riau pada Senin, 2 November 2025.
Tata yang ikut diamankan bersama sembilan orang lainnya, termasuk Gubernur Riau Abdul Wahid, menilai ada sejumlah kejanggalan dalam proses penangkapan tersebut.
Ia menjelaskan bahwa pada saat peristiwa terjadi, Gubernur Wahid tengah melaksanakan agenda resmi di kantor gubernur, menerima Bupati Siak, Kapolda, dan Wakil Gubernur sekitar pukul 13.00 WIB.
“Jadi tidak mungkin berada di kantor PUPR,” ujar Tata kepada wartawan, Sabtu, 8 November 2025.
Sekitar pukul 17.00 WIB, lanjutnya, tim KPK datang ke lokasi tempat Gubernur sedang ngopi dan langsung menyita ponselnya tanpa penjelasan rinci terkait keterkaitan dengan uang yang disebut ditemukan di kantor PUPR.
“Petugas memaksa ponsel dibuka dan disalin datanya. Mereka bilang ada uang di kantor PUPR, tapi tidak menjelaskan kaitannya dengan Gubernur,” kata Tata.
Ia mengaku turut diperiksa meski merasa tidak memiliki hubungan dengan proyek di dinas tersebut.
“Saya seperti ditarget. Semua pertanyaan diarahkan seolah saya tahu soal uang lima persen atau pertemuan dengan Kadis. Padahal tidak pernah,” tambahnya.
Menurut Tata, penetapan tersangka terhadap Gubernur Wahid terkesan terburu-buru dan hanya berdasar pada pengakuan sepihak tanpa didukung bukti elektronik maupun dokumen resmi.
“Harusnya diverifikasi dulu secara objektif, bukan langsung ditetapkan,” tegasnya.
Tata juga mempertanyakan kecepatan pemberitaan di sejumlah media yang muncul hampir bersamaan dengan waktu penangkapan.
“Seolah sudah disiapkan dari awal. Padahal kami masih di lapangan ketika berita sudah tayang,” ujarnya.
Sementara itu, Juru Bicara KPK Ali Fikri menegaskan bahwa semua tahapan penyelidikan dan penetapan tersangka dilakukan sesuai prosedur berdasarkan bukti yang cukup.
“KPK bekerja berdasarkan bukti, bukan opini. Kami mengumpulkan dokumen, aliran dana, dan keterangan saksi sebelum menetapkan status hukum seseorang,” ungkap Ali dalam keterangannya.
Ali menambahkan, tim penyidik masih menelusuri dugaan adanya pemberian fee proyek di lingkungan Dinas PUPR-PKPP yang melibatkan sejumlah pejabat daerah.
Menurutnya, uang yang diamankan dalam OTT tersebut mencapai lebih dari Rp1 miliar dan diduga berasal dari pemotongan proyek infrastruktur.
Dari pihak Pemerintah Provinsi Riau, Plt Kepala Biro Pemerintahan Setda Riau Dwi Raharjo menyatakan bahwa pemerintah daerah menghormati seluruh proses hukum yang tengah berlangsung.
“Pemprov tetap fokus menjalankan roda pemerintahan. Pak Gubernur dalam kondisi baik dan siap menjalani proses hukum dengan terbuka,” katanya.
Tata berharap proses hukum yang berjalan dapat dilakukan secara transparan tanpa kepentingan politik dan memberikan ruang keadilan bagi semua pihak.
“Saya percaya masyarakat bisa menilai kejanggalan ini. Semoga ada keadilan dan transparansi,” tutup Tata. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

