
Repelita Makassar - Sertifikat ganda terjadi ketika satu bidang tanah memiliki dua sertifikat yang diterbitkan secara terpisah.
Fenomena ini menimpa Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla.
Tanah milik JK seluas 164.151 meter persegi di Makassar digunakan oleh PT GMTD Tbk meskipun JK memiliki empat sertifikat Hak Guna Bangunan dan akta pengalihan hak yang diterbitkan oleh BPN Makassar pada 1996 dan 2008.
Pengadilan Negeri Makassar justru memutuskan lahan tersebut dimenangkan PT GMTD, walaupun data Kementerian ATR/BPN menunjukkan tanah seluas 16 hektar itu tercatat atas nama JK.
Dalam kasus sertifikat ganda, pengadilan tinggi negeri akan menilai keabsahan masing-masing sertifikat.
Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 5/Yur/Pdt/2018 menyebutkan bahwa jika terdapat sertifikat ganda yang sama-sama otentik, bukti hak yang paling kuat adalah sertifikat yang diterbitkan lebih dahulu.
Namun, dalam sengketa antara JK dan PT GMTD, PN Makassar telah mengeksekusi tanah tersebut atas nama PT GMTD, bukan milik JK.
Kepala Biro Humas dan Protokol Kementerian ATR/BPN, Shamy Ardian, menyatakan eksekusi tanpa melalui konstatering menjadi pemicu sengketa.
Konstatering adalah proses pencocokan atau pengamatan resmi terhadap tanah di lapangan untuk memastikan kesesuaian eksekusi dengan amar pengadilan sesuai Pasal 93 ayat (2) PP Nomor 18 Tahun 2021.
Untuk menyelesaikan sengketa, Kementerian ATR/BPN meminta PN Makassar melakukan konstatering terlebih dahulu.
Selanjutnya, dilakukan audit dan due diligence untuk menangani permasalahan sertifikat ganda.
Shamy menjelaskan due diligence adalah investigasi, audit, dan pemeriksaan menyeluruh terhadap objek transaksi.
Proses penyelesaian akan dilakukan secara transparan, profesional, dan akuntabel dengan melibatkan pihak terkait serta aparat penegak hukum.
Kementerian ATR/BPN menegaskan komitmen untuk memastikan kasus ini berjalan objektif, berkeadilan, dan mengedepankan kepastian hukum demi melindungi hak seluruh pihak.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

