Repelita Jakarta – Presiden Prabowo Subianto menghadapi dilema politik menyusul penetapan Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai ibu kota politik Indonesia pada 2028.
Keputusan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2025 yang diundangkan pada 30 Juni 2025.
Pengamat politik dari Universitas Nasional, Selamat Ginting, menilai bahwa penetapan IKN sebagai pusat politik nasional memiliki konsekuensi strategis menjelang Pemilu 2029.
Menurutnya, langkah tersebut mencerminkan kesinambungan kebijakan pemerintahan Presiden ke-7 RI Joko Widodo, namun juga berpotensi menimbulkan beban politik bagi pemerintahan Prabowo jika proyek IKN tidak berjalan efektif.
“Keputusan menetapkan IKN sebagai ibu kota politik pada 2028 berdekatan dengan Pemilu 2029. Artinya, Prabowo juga sedang mengatur panggung kekuasaan menjelang akhir periode pertamanya,” ujar Ginting dalam keterangan elektronik di Jakarta, Senin 22 September 2025.
Ginting menambahkan bahwa proyek IKN bukan hanya soal pembangunan fisik, tetapi juga menyangkut pertanggungjawaban politik atas kelanjutan proyek warisan Jokowi.
Ia menilai dinamika koalisi antara Presiden Prabowo dan keluarga Jokowi akan turut memengaruhi persepsi publik terhadap keberhasilan atau kegagalan proyek tersebut.
“Jika pembangunan IKN tidak rampung tepat waktu atau bahkan mangkrak, maka yang akan paling dulu disorot adalah Presiden Jokowi sebagai penggagas utama proyek ini,” kata Ginting.
Ia juga mengingatkan bahwa beban anggaran dan efektivitas pembangunan akan menjadi sorotan utama publik dan oposisi menjelang tahun politik.
Penetapan IKN sebagai ibu kota politik dinilai sebagai langkah strategis yang dapat memperkuat legitimasi pemerintahan Prabowo, namun juga menyimpan risiko jika tidak dikelola secara optimal.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

