
Repelita Jakarta - Ketua Pusat Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menyatakan bahwa masa pemerintahan Presiden ketujuh Republik Indonesia, Joko Widodo, merupakan periode yang dipenuhi praktik politisasi hukum.
Pernyataan tersebut disampaikan Julius saat menjadi narasumber dalam program Kompas Petang yang tayang pada Rabu, 6 Agustus 2025, ketika membahas belum dieksekusinya vonis terhadap Silfester Matutina dalam kasus pencemaran nama baik terhadap Jusuf Kalla.
Menurut Julius, sejak awal pemerintahan Jokowi pada tahun 2014, kriminalisasi terhadap pihak-pihak yang dianggap sebagai lawan politik menjadi hal yang kerap terjadi.
Ia menilai bahwa proses hukum terhadap oposisi berlangsung sangat cepat, sementara sejumlah perkara lainnya cenderung tidak mendapat prioritas.
Julius menegaskan bahwa hal ini merupakan bukti nyata politisasi hukum yang tidak bisa disangkal dan menjadi ciri menonjol sepanjang era pemerintahan Jokowi.
Ia juga menambahkan bahwa praktik serupa tampaknya masih berlanjut pada masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto saat ini.
Sebagai contoh, Julius menyinggung penanganan perkara yang menjerat Tom Lembong serta ketegangan opini publik yang terus tumbuh terhadap proses hukum yang dinilai tidak netral.
Menurutnya, kondisi tersebut menimbulkan stigma bahwa proses hukum di Indonesia masih digunakan sebagai alat politik oleh kekuasaan.
Terkait belum dieksekusinya putusan terhadap Silfester Matutina, Julius mendorong Kejaksaan Agung untuk segera bertindak sesuai kewenangan.
Ia menekankan bahwa jika tidak ada hambatan administratif maupun teknis, maka tidak ada alasan untuk menunda-nunda eksekusi terhadap putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap.
Julius mengutip pernyataan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna yang menyebut bahwa proses eksekusi dapat segera dilakukan karena tidak terdapat kendala apapun.
Ia menilai pernyataan tersebut sebagai sinyal jelas bahwa Kejaksaan Agung telah menetapkan sikap resmi untuk segera menjalankan eksekusi terhadap Silfester.
Menurut Julius, pernyataan Kapuspenkum itu tidak mungkin disampaikan tanpa koordinasi langsung dengan Jaksa Agung, sehingga harus dimaknai sebagai komando institusional.
Dengan begitu, ia menegaskan bahwa politik hukum terhadap eksekusi Silfester Matutina kini berada sepenuhnya dalam kendali Jaksa Agung dan harus dijalankan dengan tegas.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

