
Repelita Yogyakarta - Sejumlah badan eksekutif mahasiswa dari lima fakultas hukum universitas ternama di Indonesia kompak menyuarakan penolakan mereka terhadap rencana revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP karena dianggap bisa memperluas kewenangan aparat, termasuk polisi dan tentara, sehingga menjauhkan prinsip perlindungan hak asasi manusia dalam praktik penegakan hukum di Indonesia.
Di Yogyakarta, Dewan Mahasiswa Justicia dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada menjadi salah satu penggerak utama penolakan tersebut dengan menyusun catatan kritis setebal 29 halaman yang memuat poin-poin pasal bermasalah yang dinilai bertentangan dengan prinsip supremasi sipil.
Salah satu sorotan dalam catatan tersebut adalah adanya pasal yang memberikan wewenang kepada Tentara Nasional Indonesia untuk bertindak sebagai penyidik perkara pidana umum, sesuatu yang dinilai membahayakan batas sipil dan militer dalam penegakan hukum.
Catatan tersebut lahir setelah Dewan Mahasiswa Justicia berinisiatif menggelar konsolidasi intensif bersama empat BEM Fakultas Hukum lain dari Universitas Indonesia, Universitas Airlangga, Universitas Diponegoro, dan Universitas Padjadjaran selama dua bulan terakhir.
Markus Togar Wijaya selaku Wakil Ketua Bidang Pergerakan Dewan Mahasiswa Justicia mengatakan, kajian kritis itu tidak lepas dari aspirasi langsung para korban salah tangkap polisi yang mereka temui dalam forum khusus di Fakultas Hukum UI.
Ia menjelaskan, lima BEM tersebut membagi peran agar gerakan penolakan lebih solid.
BEM Fakultas Hukum UI fokus menjaring kesaksian korban, sedangkan Dewan Mahasiswa Justicia menggarap kajian mendalam untuk kemudian disebarluaskan melalui media sosial agar publik memahami resiko pasal-pasal bermasalah di RKUHAP.
Selama menyusun catatan kritis, Dewan Mahasiswa Justicia juga rutin berdiskusi dengan dosen Fakultas Hukum UGM, Herlambang P. Wiratraman, untuk mempertajam argumen.
Selain kajian, gerakan mahasiswa ini tengah menyiapkan aksi demonstrasi bersama di beberapa titik, sembari terus memanfaatkan kampanye digital untuk memperluas jangkauan informasi ke masyarakat agar lebih peduli terhadap revisi KUHAP yang berpotensi mempengaruhi perlindungan hak dasar warga negara di ranah hukum pidana.
Markus pun menegaskan bahwa penyusunan naskah akademik RKUHAP selama ini terkesan terburu-buru tanpa melibatkan masyarakat sipil secara substansial.
Ia mengajak masyarakat untuk mengawal secara kritis pasal-pasal yang menyangkut masa depan keadilan hukum di Indonesia.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

