Repelita Jakarta - Mahfud MD menegaskan bahwa apabila pengadilan memutuskan ijazah Presiden Joko Widodo terbukti palsu, maka hal tersebut masuk dalam ranah pidana.
Menurut Mahfud, perkara pemalsuan dokumen bukanlah masalah perdata, melainkan pidana karena menyangkut kejahatan terhadap hukum dan administrasi negara.
Ia menyampaikan bahwa jalur hukum yang digunakan harus sesuai.
Pemalsuan dokumen negara, kata Mahfud, tidak bisa dianggap sekadar urusan gugatan sipil.
"Kalau betul-betul ijazahnya palsu dan pengadilan memutuskan, itu pidana, bukan perdata," ujar Mahfud.
Namun ia menekankan bahwa semua harus melalui proses pengadilan.
Ia tidak setuju jika ada pihak yang langsung menyimpulkan sesuatu tanpa ada keputusan hukum yang sah.
Mahfud juga mengkritik penanganan kasus yang terjadi saat ini.
Ia menyayangkan jika orang yang melaporkan justru ditangkap terlebih dahulu sebelum kasusnya disidangkan.
Menurutnya, itu menunjukkan adanya ketidakseimbangan dalam penegakan hukum.
Lebih lanjut, Mahfud menjelaskan bahwa sekalipun ijazah Presiden dinyatakan palsu, keputusan-keputusan kenegaraan yang telah dikeluarkan tetap memiliki kekuatan hukum.
Ia menegaskan bahwa sistem ketatanegaraan memiliki prinsip asas kepastian hukum yang tidak dapat dibatalkan begitu saja karena isu pribadi.
Mahfud juga menyebut bahwa proses pencalonan presiden adalah urusan politik, bukan hanya administratif.
Menurutnya, pemilihan presiden telah melewati tahap verifikasi oleh lembaga-lembaga negara yang berwenang.
Oleh karena itu, ia mengingatkan agar masyarakat tidak terjebak dalam isu yang tidak substansial.
Ia mengajak publik untuk berpikir jernih dan tidak mudah terprovokasi oleh narasi yang dapat melemahkan legitimasi pemerintahan.
Mahfud juga mengingatkan bahwa menyeret-nyeret institusi pendidikan seperti UGM dalam persoalan ini adalah tindakan yang tidak bijak.
Ia mengatakan bahwa UGM tidak memiliki kewajiban untuk menunjukkan ijazah asli kepada publik tanpa adanya proses hukum.
Mahfud berharap agar semua pihak menghormati proses hukum dan tidak memaksakan kehendak melalui tekanan publik.
Ia menyerukan agar stabilitas negara tidak dikorbankan hanya demi kepentingan politik sesaat.
Ia menutup pernyataannya dengan ajakan untuk memperkuat demokrasi dan menegakkan hukum secara adil.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

