Repelita Jakarta – Kasus hukum yang melibatkan Direktur Pemberitaan JakTV, Tian Bahtiar, kembali memicu perdebatan publik. Tian ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) atas dugaan perintangan penyidikan terkait sejumlah kasus korupsi.
Menurut Kejagung, Tian menerima pembayaran sebesar Rp478,5 juta dari dua advokat, Marcella Santoso dan Junaedi Saibih, untuk membuat dan menyebarkan konten media yang merugikan citra lembaga tersebut.
Langkah Kejagung ini menuai reaksi dari berbagai pihak, termasuk legislator dari Partai NasDem. Rudi Hartono, anggota Komisi X DPR RI, menilai bahwa produk jurnalistik seharusnya tidak dikriminalisasi. Ia menegaskan bahwa jika tindakan tersebut terkait dengan produk jurnalistik, maka tidak seharusnya dipidana karena itu merupakan bagian dari kebebasan pers dan fungsi kontrol sosial media massa.
Pernyataan Rudi Hartono mencerminkan kekhawatiran atas potensi penyalahgunaan hukum untuk membungkam kebebasan pers. Hal ini menjadi penting mengingat peran media dalam mengawasi jalannya pemerintahan dan menyampaikan informasi kepada publik.
Di sisi lain, Kejagung berpendapat bahwa tindakan Tian Bahtiar dan rekan-rekannya merupakan perbuatan pidana yang merugikan proses hukum. Mereka diduga melakukan pemufakatan jahat untuk merusak citra Kejagung melalui pemberitaan yang tidak objektif dan tendensius.
Kasus ini menyoroti dilema antara kebebasan pers dan upaya penegakan hukum. Di satu sisi, media memiliki hak untuk mengkritik dan mengawasi jalannya pemerintahan. Namun, di sisi lain, penyalahgunaan media untuk tujuan tertentu dapat merusak integritas lembaga penegak hukum.
Sebagai masyarakat, kita perlu mendukung kebebasan pers yang sehat dan bertanggung jawab. Namun, kita juga harus memastikan bahwa media tidak disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu yang dapat merugikan kepentingan umum.
Ke depannya, penting bagi semua pihak untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan penegakan hukum yang adil. Penyelesaian kasus ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam menjaga integritas lembaga negara dan kebebasan pers di Indonesia.
(*)
Editor: 91224 R-ID Elok