Repelita Jakarta - Isu mengenai keaslian ijazah Presiden Joko Widodo kembali mencuat ke publik.
Polemik ini bermula dari klaim seorang mantan dosen Universitas Mataram, Rismon Hasiholan Sianipar, yang meragukan keaslian ijazah dan skripsi Jokowi. Ia berpendapat bahwa penggunaan font Times New Roman dalam dokumen tersebut belum ada di era 1980-an hingga 1990-an.
Namun, masalah ini bukan hanya soal keaslian ijazah. Beberapa kalangan mengaitkannya dengan isu yang lebih besar, yaitu dampak dari pemalsuan dokumen terhadap legitimasi kepemimpinan Jokowi.
Isu ijazah palsu ini turut diangkat sebagai bagian dari kritik terhadap langkah-langkah pemerintahan Jokowi yang dianggap melanggar konstitusi.
Beberapa pihak menilai bahwa kebijakan-kebijakan yang dijalankan selama masa kepemimpinan Jokowi merusak dasar-dasar demokrasi dan hukum negara.
Menanggapi tuduhan tersebut, pihak Universitas Gadjah Mada (UGM) selaku almamater Jokowi memberikan klarifikasi.
Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Sigit Sunarta, menegaskan bahwa informasi yang disampaikan oleh Rismon merupakan penyesatan. Ia menambahkan bahwa pada tahun 1985, jenis huruf Times New Roman telah lazim digunakan sebagai sampul skripsi dan telah ada di banyak percetakan di sekitar UGM.
Isu ini kemudian berkembang di media sosial, dengan sejumlah netizen turut memberikan komentar mereka.
Salah satu pengguna Twitter, @Rizky23, menyatakan, "Semoga kebijakan yang diterapkan bisa langsung dirasakan oleh masyarakat, terutama mereka yang paling terdampak."
Meskipun demikian, sejumlah pihak menyatakan bahwa fokus utama seharusnya adalah pada kebijakan dan langkah-langkah yang telah diambil oleh pemerintahan Jokowi untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi dan sosial yang ada.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok