Repelita Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) memberikan tanggapan terkait kemungkinan pemanggilan Menteri BUMN Erick Thohir dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Patra Niaga periode 2018-2023 yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp197,3 triliun.
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, menyatakan bahwa pemanggilan Erick Thohir akan bergantung pada kebutuhan penyidikan. Ia menegaskan bahwa pihaknya akan melihat perkembangan penyelidikan sebelum mengambil keputusan terkait pemanggilan Menteri BUMN tersebut.
"Kita lihat sikap penyidik ke depannya ya, apakah hal itu menjadi kebutuhan penyidikan," ujar Harli saat dikonfirmasi di Jakarta.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus korupsi ini. Para tersangka berasal dari berbagai pihak yang terlibat dalam pengelolaan minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina serta sub-holding dan kontraktor kontrak kerja sama selama periode 2018-2023.
Harli menjelaskan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik memeriksa 96 saksi serta dua saksi ahli. Dari hasil pemeriksaan tersebut, penyidik memutuskan untuk menahan ketujuh tersangka.
Adapun tujuh tersangka yang telah ditetapkan dan ditahan adalah Muhammad Kerry Andrianto Riza (Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa), Riva Siahaan (Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga), Yoki Firnandi (Direktur Utama PT Pertamina International Shipping), serta Sani Dinar Saifuddin (Direktur Optimalisasi dan Produk Pertamina Kilang Internasional).
Selain itu, tersangka lainnya adalah Agus Purwono (Vice President Feedstock Manajemen pada PT Kilang Pertamina Internasional), Gading Ramadhan Joedo (Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Nusantara), dan Dimas Werhaspati (Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Nusantara).
Direktur Penyidikan Kejagung, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa kerugian negara akibat kasus ini diperkirakan mencapai Rp193,7 triliun. Namun, jumlah tersebut masih bisa bertambah setelah perhitungan final dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Nanti angka finalnya akan kami sampaikan setelah perhitungan audit BPK selesai. Saat ini masih proses perhitungan," ujar Qohar. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok