Repelita Jakarta - Retret kepala daerah yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto menjadi perbincangan hangat, menyusul komentar banyak pihak. Hal ini semakin menarik perhatian setelah Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, melarang kader partainya yang dilantik menjadi kepala daerah untuk ikut serta dalam acara tersebut.
Direktur Eksekutif PARA Syndicate, Virdika Rizky Utama, menyebut retret tersebut bukan hanya sekadar ajang silaturahmi atau koordinasi teknis, tetapi juga sebagai strategi politik untuk membangun hierarki kekuasaan baru. Menurut Rizky, hal ini menjadikan kepala daerah yang seharusnya memiliki otonomi, justru diposisikan sebagai bawahan pemerintah pusat.
"Ditempatkan sebagai bawahan yang wajib berhadap-hadap dengan pusat," ujar Rizky dalam keterangan persnya pada Minggu (23/2).
Dia menilai bahwa retret ini mengisyaratkan pemerintahan saat ini bernostalgia pada era Orde Baru, di mana kepala daerah menjadi perpanjangan tangan dari pusat.
"Retret yang diinisiasi Prabowo mengisyaratkan nostalgia pada era Orde Baru," tambahnya.
Rizky juga mengungkapkan bahwa retret tersebut mengabaikan realitas politik, di mana kepala daerah memiliki basis kekuatan dan jaringan patronase sendiri. Ia menilai para kepala daerah bukanlah menteri yang bisa dikendalikan Jakarta untuk hadir dalam retret tersebut.
"Dengan memaksa mereka hadir dalam forum tertutup, Prabowo mungkin ingin menguji sejauh mana kepala daerah bisa dikooptasi atau di-breakdown independensinya," lanjutnya.
Sementara itu, pemerintah pusat merencanakan retret kepala daerah pada 21-28 Februari 2025 di Magelang, Jawa Tengah. Presiden Prabowo dijadwalkan hadir pada 27-28 Februari 2025, dengan agenda penutupan dan ikut serta dalam acara malam keakraban.
"27-28 nanti kemungkinan Presiden akan hadir, hadir di acara parade senja, malamnya akan ada malam acara akrab, beliau akan hadir," kata Mendagri Tito Karnavian di Magelang, Jawa Tengah, pada Sabtu (22/2). (*)
Editor: 91224 R-ID Elok
