Repelita Jakarta - Setelah lebih dari 100 hari memimpin sebagai Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto kini berada di tengah sorotan publik, terutama terkait hubungan politiknya dengan mantan Presiden Jokowi.
Meskipun Prabowo kini memegang tampuk kepemimpinan negara, banyak pihak yang masih mempertanyakan apakah ia sudah bisa sepenuhnya melepaskan diri dari pengaruh Jokowi.
Berbagai spekulasi muncul mengenai apakah "bayang-bayang" Jokowi masih membayangi pemerintahan Prabowo, termasuk keberadaan "cawek-cawek Jokowi" (orang-orang yang dekat dengan Jokowi) dalam kabinet.
Namun, ada pandangan yang berbeda terkait hal ini. Bagi sebagian kalangan, hutang budi politik Prabowo kepada Jokowi sudah terbayar lunas. Pada tahun 2020, Prabowo memutuskan untuk bergabung dalam pemerintahan Jokowi setelah sempat berada di barisan oposisi.
Keputusan ini tidak hanya memberikan keuntungan politik bagi Prabowo, tetapi juga bagi Jokowi, yang memperoleh dukungan dari kelompok oposisi yang sebelumnya agresif. Bergabungnya Prabowo sebagai Menteri Pertahanan (Menhan) dalam kabinet Jokowi mengubah dinamika politik, dengan gerakan-gerakan oposisi yang sebelumnya menentang pemerintah kini memilih untuk bekerja sama.
Namun, ini bukan hanya soal keuntungan bagi Jokowi. Prabowo juga mendapatkan posisi strategis di pemerintahan, dan banyak yang berpendapat bahwa keputusan tersebut adalah bagian dari "balas budi" politik yang saling menguntungkan antara kedua pihak.
Salah satu argumen kuat yang mendukung klaim bahwa hutang budi politik Prabowo telah terbayar adalah peran besar Prabowo dalam mengantarkan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon Wakil Presiden.
Gibran, anak dari Jokowi, dipilih oleh Prabowo sebagai pasangan dalam Pilpres 2024, meski ada penolakan dari sejumlah pihak, termasuk PDIP, terhadap ide ini. Keputusan ini menunjukkan bahwa Prabowo tidak hanya berperan sebagai penerima dukungan Jokowi, tetapi juga membayar balas budi dengan memberi tempat bagi Gibran di panggung politik nasional.
Prabowo memilih untuk mendukung Gibran sebagai Wakil Presiden, meskipun ini membawa tantangan tersendiri bagi partai-partai politik lainnya. Penting dicatat bahwa meski Prabowo sudah menjabat sebagai Presiden, sejumlah tokoh yang pernah menjadi bagian dari kabinet Jokowi tetap menduduki posisi penting dalam pemerintahan Prabowo.
Banyak menteri, kepala badan, dan wakil menteri yang sebelumnya dikenal sebagai "orang-orangnya Jokowi" masih memiliki peran signifikan di bawah kepemimpinan Prabowo. Namun, perlu dicatat bahwa ini bukanlah sekadar melanjutkan bayang-bayang Jokowi.
Banyak pihak melihat bahwa kehadiran figur-figur ini lebih kepada pembentukan pemerintahan yang stabil, yang mampu menjamin kesinambungan kebijakan dan program-program penting. Di sisi lain, ada juga yang mengkritik ketergantungan pada orang-orang lama, menganggap ini sebagai bentuk pengaruh politik yang masih terasa dari era Jokowi.
Kini, dengan telah berjalan 100 hari pemerintahan Prabowo, banyak yang berharap bahwa ia bisa segera membuktikan bahwa ia telah lepas dari pengaruh Jokowi.
Wacana mengenai "bayang-bayang Jokowi" di kabinetnya diharapkan semakin tidak relevan, terutama jika Prabowo mampu membuat keputusan politik yang lebih tegas dan mandiri.
Prabowo juga dihadapkan pada tantangan besar, salah satunya adalah evaluasi kinerja kabinet. Jika ada anggota kabinet yang dinilai tidak memenuhi harapan atau tidak berprestasi, Prabowo harus berani melakukan pergantian.
Ini menjadi momen penting untuk menunjukkan bahwa pemerintahan Prabowo merupakan pemerintahan yang mandiri, dengan visi dan arah yang berbeda dengan pemerintahan Jokowi. Meskipun pengaruh Jokowi dalam pemerintahan Prabowo masih menjadi perdebatan, ada argumen yang cukup kuat bahwa hutang budi politik Prabowo kepada Jokowi sudah dibayar lunas.
Keputusan-keputusan penting yang diambil Prabowo, termasuk memilih Gibran sebagai Wakil Presiden, serta perubahan signifikan dalam kebijakan pemerintahannya, menunjukkan bahwa ia kini lebih fokus pada kepentingan bangsa dan negara, bukan hanya pada hubungan pribadi dengan mantan Presiden.
Dengan kehadiran Prabowo sebagai pemimpin yang sudah memiliki kredibilitas politik, momen evaluasi 100 hari ini bisa menjadi titik balik. Kini saatnya Prabowo menunjukkan bahwa sebagai Presiden, ia memiliki kekuatan untuk memimpin dengan visinya sendiri, tanpa terpengaruh oleh siapa pun, termasuk Jokowi. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok