Repelita Tapanuli Tengah - Warga Kampung Martua Poring, Kecamatan Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah hingga kini masih berjuang membersihkan lumpur mengeras setinggi betis dari dalam rumah mereka pasca banjir bandang pada 25 November 2025.
Anwar Siregar, salah seorang korban, menggambarkan bagaimana selama tujuh hari penuh kampungnya terisolasi total akibat jembatan putus dan jalan tertimbun lumpur tebal sehingga bantuan baru sampai setelah seminggu.
Selama masa isolasi itu, warga hanya mengandalkan sisa beras dan mie instan yang tidak hanyut, dimasak bersama lalu dibagi sedikit demi sedikit agar tidak ada yang mati kelaparan.
“Kami mendapat bantuan itu setelah seminggu dari masyarakat yang membantu lah. Setelah jalan yang dipenuhi lumpur dibuka barulah mendapatkan bantuan dan kita berusaha mencari. Selama terisolasi, kami makan seadanya, nasi, mie instan,” cerita Anwar Siregar pada Minggu, 7 Desember 2025.
Kini, setelah banjir surut, warga terpaksa mencangkul dan menyekop lumpur yang sudah mengeras menggunakan alat seadanya agar rumah bisa ditempati kembali.
Listrik masih padam total hingga hari ini karena ratusan tiang listrik tumbang dan belum diperbaiki.
Untuk mendapatkan air bersih, Anwar bersama tetangganya harus berjalan kaki, merangkak di lumpur, berenang menyeberangi sungai, lalu naik turun bukit yang juga longsor selama satu jam penuh.
“Kalau dari sini kita menyeberang sungai, naik ke bukit, merangkak untuk ngambil air. Bisa 1 jam menyeberang sungai, naik ke bukit karena di bukit pun ada longsor,” ungkapnya.
Semua barang elektronik, pakaian, dan perabot rumah tangga ludes tersapu banjir bandang yang datang tiba-tiba pada pagi hari itu.
Banjir yang awalnya hanya sebatas mata kaki dalam hitungan jam berubah menjadi gelombang lumpur dahsyat yang meluluhlantakkan hampir seluruh Kecamatan Tukka.
Warga kini hanya berharap bantuan air bersih, pakaian layak, dan makanan bergizi segera datang dalam jumlah cukup karena stok yang ada hanya cukup untuk bertahan sehari-hari.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

