
Repelita Enrekang - Ratusan warga menggelar unjuk rasa di dua lokasi berbeda di wilayah Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.
Mereka menyuarakan penolakan terhadap rencana pembukaan tambang emas yang dikhawatirkan akan memicu bencana alam.
Aksi protes ini berlangsung di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan kantor Bupati Enrekang pada hari Senin.
Para pengunjuk rasa berasal dari dua kecamatan yaitu Kecamatan Cendana dan Kecamatan Enrekang yang akan terdampak langsung.
Mereka menuntut agar pemerintah daerah mencabut rekomendasi izin usaha pertambangan yang telah diberikan kepada perusahaan.
CV Hadaf Karya Mandiri adalah pemegang izin yang berencana melakukan kegiatan penambangan di dua kecamatan tersebut.
Kekhawatiran utama warga adalah potensi kerusakan lingkungan dan bencana banjir serta tanah longsor seperti di Sumatera.
Aktivis lingkungan dari Institut Hijau Indonesia memberikan dukungan penuh terhadap perjuangan masyarakat setempat.
Willdy Adriansyah menyatakan bahwa keresahan utama aktivis lingkungan adalah kerakusan pemangku kebijakan.
Banyak keputusan diambil lebih untuk kepentingan pribadi dan kelompok tertentu daripada kepentingan masyarakat luas.
Dia mendukung secara besar-besaran perjuangan warga Enrekang untuk menolak keberadaan tambang emas di wilayah mereka.
Meskipun tambang menjanjikan peningkatan ekonomi selama masa konstruksi, dampak negatifnya sering diabaikan.
Perlu ada transparansi yang jelas antara pemangku kebijakan dengan warga sekitar lokasi rencana pertambangan.
Willdy menegaskan bahwa Enrekang sebenarnya memiliki kekayaan alam berupa hasil pertanian yang melimpah.
Potensi pertanian tersebut seharusnya dieksplorasi dan dikembangkan lebih lanjut untuk kesejahteraan masyarakat.
Pertanian dinilai lebih menguntungkan bagi kelestarian alam dibandingkan dengan kegiatan pertambangan.
Stabilitas siklus ekonomi harus dijaga dengan mempertimbangkan dampak jangka panjang bagi lingkungan hidup.
Semua pihak yang memiliki kekuasaan wajib bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambilnya.
Masyarakat memiliki hak untuk menuntut pertanggungjawaban dari para pemangku kebijakan tersebut.
Bupati Enrekang Yusuf Ritangnga menyatakan bahwa dirinya memahami aspirasi warga yang menolak tambang.
Dia menegaskan bahwa posisinya sebagai pemerintah harus berdiri di atas nama negara dan kepentingan nasional.
Izin pertambangan dikeluarkan oleh pemerintah pada tingkat yang lebih tinggi dalam struktur pemerintahan.
Penolakan dari pemerintah daerah terhadap izin yang telah dikeluarkan dapat menimbulkan konsekuensi hukum.
Koordinasi intensif telah dilakukan dengan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah beserta seluruh anggotanya.
Rapat Dengar Pendapat akan segera diselenggarakan untuk membahas permasalahan ini secara komprehensif.
Rencananya rapat tersebut akan mengundang perwakilan pemerintah, investor, dan masyarakat untuk berdialog.
Melalui forum tersebut diharapkan dapat terungkap semua pihak yang terlibat dalam proses perizinan tambang.
Langkah-langkah strategis ke depan terkait rencana pertambangan akan dibahas dan ditentukan bersama.
Bupati menekankan pentingnya penyelesaian masalah melalui jalur dialog yang melibatkan semua pemangku kepentingan.
Keputusan akhir harus mempertimbangkan berbagai aspek termasuk lingkungan, sosial, dan ekonomi masyarakat.
Proses pengambilan keputusan harus transparan dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
Masyarakat berharap bahwa suara mereka didengar dan dipertimbangkan dalam setiap pengambilan kebijakan.
Pemerintah daerah diharapkan dapat melindungi kepentingan masyarakat dan lingkungan hidup di wilayahnya. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

