
Repelita Jakarta - Tokoh Nahdlatul Ulama Umar Hasibuan melontarkan kritik keras terhadap sikap Mahkamah Konstitusi yang dianggapnya tidak konsisten dalam menegakkan putusan.
Kritik ini muncul setelah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 pada 9 Desember 2025.
Aturan tersebut secara eksplisit mengizinkan anggota Polri aktif menduduki jabatan di 17 kementerian, lembaga, serta organisasi internasional yang berkedudukan di Indonesia.
Padahal, hal ini bertentangan langsung dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang melarang polisi aktif menjabat di luar struktur kepolisian tanpa mengundurkan diri terlebih dahulu.
Umar Hasibuan melalui akun X @umarhasibuan pada Jumat, 12 Desember 2025, membandingkan sikap patuh semua pihak saat MK mengizinkan Gibran Rakabuming Raka maju sebagai wakil presiden.
Saat gibran ditetapkan boleh ikut wapres dari MK semua mematuhi.
Lah ini Kapolri terang-terangan melawan MK semua diam.
Hebat ternyata polri lebih tinggi dari MK. #BubarkansajaMK.
Menurut Umar, ketika putusan MK menguntungkan pihak tertentu, semua pihak langsung tunduk dan mematuhinya tanpa banyak bicara.
Namun, saat Kapolri secara terbuka mengeluarkan peraturan yang menabrak putusan MK, tidak ada satu pun pihak yang bereaksi tegas.
Ia menilai sikap diam seribu bahasa dari berbagai elemen, termasuk Mahkamah Konstitusi sendiri, menunjukkan adanya standar ganda dalam penegakan hukum.
Cuitan Umar Hasibuan ini langsung viral dan memicu perdebatan sengit di media sosial tentang independensi serta konsistensi lembaga yudikatif tertinggi di Indonesia.
Hingga kini, belum ada respons resmi dari Mahkamah Konstitusi maupun pihak terkait atas tudingan ketidakkonsistenan yang dilontarkan tokoh NU tersebut.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

