
Repelita Jakarta - Musibah banjir bandang serta longsor yang menghantam berbagai daerah di Sumatera sejak akhir November 2025 masih meninggalkan dampak berat bagi ribuan penyintas.
Banyak warga kehilangan hunian tetap, jalur transportasi terisolasi, sementara penyaluran logistik menghadapi kendala signifikan.
Aktivis kemanusiaan sekaligus influencer Sherly Annavita berbagi pengalaman langsung setelah mengunjungi zona terdampak di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat dalam acara siniar Rakyat Bersuara yang disiarkan pada Rabu, 24 Desember 2025.
Ia menekankan dua poin krusial yang harus dipahami masyarakat luas, yaitu situasi krisis kemanusiaan yang sedang berlangsung serta variasi karakteristik antarprovinsi yang mempengaruhi strategi penanganan.
Sherly menggambarkan proses pengiriman bantuan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana yang dijatuhkan menggunakan parasut dan kemudian dikumpulkan oleh personel TNI Angkatan Udara.
Meskipun segala upaya telah dilakukan oleh berbagai pihak, ia menilai kecepatan distribusi bantuan masih terganjal akibat ketiadaan pusat komando yang jelas.
“Yang kita butuhkan adalah komando,” katanya dengan tegas.
Relawan sering mengalami hambatan dalam menyalurkan bantuan karena data penerima yang saling tumpang tindih antarlembaga.
Awalnya, banyak posko bantuan terkonsentrasi di kediaman bupati setempat, sehingga relawan harus melalui prosedur panjang sebelum akhirnya bisa mendistribusikan ke lokasi bencana.
Kondisi tersebut menyebabkan proses penyerahan bantuan kepada warga berlangsung lebih lambat dari yang diharapkan.
Di sisi lain, Sherly tetap memberikan penghargaan atas kerjasama antara pemerintah dan relawan yang telah terjalin sejak fase tanggap darurat dimulai.
Ia menyoroti pentingnya pembagian peran yang jelas, di mana relawan berkonsentrasi pada area yang sudah mereka pahami, sementara rekonstruksi fasilitas umum yang rusak dapat menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.
Berdasarkan catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, kejadian banjir dan longsor di Sumatera pada akhir November 2025 telah merenggut nyawa lebih dari seribu orang serta memaksa ratusan ribu penduduk mengungsi.
Beberapa akses jalan di kabupaten-kabupaten tertentu di Aceh dan Sumatera Barat masih belum pulih hingga pertengahan Desember, sehingga menghambat alur logistik secara keseluruhan.
Tragedi di Sumatera ini tidak hanya menimbulkan kerusakan material, melainkan juga menjadi tes nyata bagi kemampuan koordinasi lintas instansi.
Pandangan Sherly Annavita menggarisbawahi urgensi adanya kepemimpinan tunggal agar bantuan dapat segera sampai kepada para korban.
Dengan sinergi yang lebih terstruktur, proses pemulihan pascabencana diharapkan dapat berjalan lebih cepat serta berkesinambungan.
Editor: 91224 R-ID Elok

