
Repelita Jakarta - Aktivis sosial Muhammad Said Didu kembali menyuarakan kritik pedasnya terhadap langkah penanganan bencana banjir dan tanah longsor yang melanda wilayah Sumatra terutama di Aceh.
Menurut penilaiannya, respons yang diberikan oleh pemerintah selama ini tidak menggambarkan situasi sesungguhnya yang dialami oleh korban di lapangan.
Ia mendesak agar para pejabat negara segera menghentikan kebiasaan menyampaikan laporan yang dinilainya tidak mencerminkan kebenaran faktual kepada Presiden.
“Wahai pejabat dan pembantu Presiden, dengarkan ini dan berhentilah bohongi Presiden,” ujar Said Didu di X @msaid_didu (9/12/2025).
“Nyawa manusia kalian permainkan,” tegas mantan Staf Khusus Menteri BUMN tersebut dalam unggahan di platform media sosial.
Bersamaan dengan pernyataan tersebut, ia juga membagikan rekaman suara seorang warga Aceh yang menggambarkan kondisi mengenaskan di daerah terdampak dengan penuh emosi.
Warga tersebut menyatakan kekecewaannya yang mendalam terhadap hasil rapat terbatas yang digelar Presiden bersama para kepala daerah di Aceh pada malam sebelumnya.
“Halo kawan-kawan, kalian tahu kan, Presiden Prabowo ke Aceh, mereka melakukan rapat terbatas tadi malam,” ucap warga itu dalam rekaman.
Ia menilai substansi pembahasan dalam rapat tersebut sama sekali tidak menyentuh akar permasalahan yang paling mendesak dan dibutuhkan oleh korban.
“Tapi, isi rapatnya kalau kita nonton sampai habis, itu pedih. Tidak sesuai dengan kondisi di lapangan yang dilaporkan. Ada yang minta, apalah bajulah,” tukasnya.
Warga itu menyebutkan bahwa sejumlah tokoh masyarakat dan influencer telah melihat langsung kondisi wilayah bencana seperti Aceh Tamiang.
“Itu seperti kota zombie dan neraka. Dan mereka tadi malam tidak ada berbicara sedikit pun bagaimana mengevakuasi mayat, bagaimana yang kelaparan bisa makan hari ini. Tidak ada, kawan-kawan,” imbuhnya.
Ia juga menyoroti wilayah Gayo yang saat ini terisolasi sepenuhnya akibat terputusnya akses transportasi dan minimnya fasilitas dasar.
“Di daerah Gayo, itu terisolasi. Kalian bayangkan, tidak ada listrik, tidak ada internet. Tidak ada semua,” keluhnya.
Menurut penuturannya, masyarakat di wilayah terisolasi tersebut mengalami kesulitan ekstrem dalam berkomunikasi dengan dunia luar.
“Mereka hanya bisa kadang-kadang mengirim voice note, mengirim pesan chat. Di saat internet dapat,” tambahnya.
Sementara itu dalam rapat terbatas tingkat tinggi, warga itu menilai pembahasan hanya berkisar pada hal-hal formal tanpa menyentuh kebutuhan riil.
“Tidak ada hal-hal yang menyentuh. Dalam rapat itu semua siap, siap, siap. Siap, Pak Presiden. Siap, Pak Presiden. Tapi semua tidak sesuai dengan kondisi di lapangan,” timpalnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

