Breaking Posts

-->
6/trending/recent

Hot Widget

-->
Type Here to Get Search Results !

Perpol Nomor 10/2025 Tantang Putusan MK, Ida Kusdianti: Perintah Konstitusi Mutlak Pecat Listyo Sigit

 

Repelita Jakarta - Aktivis hak perempuan Ida N Kusdianti menyampaikan pandangannya terkait Peraturan Kepolisian Nomor 10 Tahun 2025.

Ia mempersoalkan apakah aturan baru itu bisa diartikan sebagai upaya penggulingan konstitusional terhadap Presiden Prabowo Subianto sekaligus pemberontakan terbuka terhadap Mahkamah Konstitusi.

Ida menyoroti bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-XXIII/2025 pada dasarnya merupakan perbaikan fundamental atas kebiasaan lama yang memperbolehkan personel Polri yang masih aktif menempati posisi di luar institusi melalui skema penugasan.

Mahkamah Konstitusi dengan tegas menyatakan bahwa ketentuan yang membolehkan penugasan semacam itu melanggar Undang-Undang Dasar 1945 sehingga kehilangan daya ikat hukumnya.

Dengan adanya putusan itu, semua aparat negara, termasuk Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, memiliki kewajiban konstitusional untuk menyelaraskan seluruh peraturan internal kepolisian dengan isi amar putusan tersebut.

Ia menekankan bahwa dalam ilmu hukum tata negara, putusan Mahkamah Konstitusi memiliki sifat akhir dan mengikat.

Prinsip tersebut bukan hanya slogan belaka, melainkan wujud tertinggi dari keunggulan konstitusi.

Putusan Mahkamah Konstitusi tidak dapat ditawar, diubah secara sepihak, apalagi diabaikan melalui aturan teknis berjenjang rendah seperti Peraturan Kepolisian.

Namun demikian, Ida menyoroti tindakan Kepala Kepolisian yang malah mengeluarkan Peraturan Kepolisian Nomor 10 Tahun 2025 pada tanggal 8 Desember 2025.

Aturan itu dianggapnya membuka kembali kemungkinan bagi anggota Polri aktif untuk mengisi posisi penting, antara lain di Komisi Pemberantasan Korupsi serta 17 kementerian dan lembaga lainnya.

Menurut Ida, langkah tersebut tidak hanya menimbulkan perdebatan, melainkan merupakan tindakan administratif yang melawan konstitusi serta menimbulkan kesan bahwa institusi kepolisian berada di atas Mahkamah Konstitusi.

Pada saat itulah masyarakat mulai menyebut tindakan Kepala Kepolisian sebagai wujud penggulingan terbuka terhadap Mahkamah Konstitusi.

Bukan dalam arti politik, melainkan secara akademis, yaitu dengan cara menghilangkan keberlakuan putusan Mahkamah Konstitusi lewat aturan berjenjang lebih rendah.

Ia menyatakan bahwa secara ilmiah, isu utama bukan lagi mengenai keabsahan Peraturan Kepolisian tersebut, melainkan apakah sebuah Peraturan Kepolisian diperkenankan berfungsi sebagai aturan penanding bagi putusan Mahkamah Konstitusi.

Jawabannya sangat jelas, yaitu tidak boleh.

Tidak dalam kerangka hukum administrasi negara, tidak dalam hukum tata negara, serta tidak dalam prinsip etis penyelenggaraan kekuasaan negara.

Ida juga melihat bahwa aturan baru itu mencerminkan tanda-tanda buruknya pengelolaan administrasi serta kurangnya pemahaman mendalam tentang mekanisme saling mengawasi dan menyeimbangkan di lingkungan eksekutif.

Bahkan, Peraturan Kepolisian itu dianggapnya merendahkan tugas Komisi Percepatan Reformasi Kepolisian yang diketuai Prof Jimly Asshiddiqie.

Komisi tersebut dirancang untuk meningkatkan tingkat profesionalisme kepolisian, tetapi saran-sarannya malah diabaikan oleh institusi yang seharusnya direformasi.

Dalam situasi ini, Ida menggarisbawahi bahwa kewajiban konstitusional sepenuhnya ada di pundak Presiden.

Sebagai pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi, Presiden harus menjamin bahwa semua kebijakan di kementerian dan lembaga sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi.

Dengan membiarkan adanya dua aturan yang saling bertentangan, yang terancam bukan hanya citra institusi kepolisian, melainkan kehormatan negara hukum secara keseluruhan.

Ia menganggap wajar bila masyarakat mempertanyakan mengapa Presiden masih mempertahankan pejabat yang bertindak berlawanan dengan Mahkamah Konstitusi.

Meski demikian, Ida menegaskan bahwa masalah ini bukan bersifat pribadi, melainkan menyangkut ketaatan pada konstitusi.

Presiden, sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945, wajib memastikan bahwa semua pembantunya beroperasi dalam, bukan di atas, bingkai konstitusi.

Ida menyatakan, bila keunggulan konstitusi serta pembaruan institusi benar-benar ingin ditegakkan, maka penyelarasan aturan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-XXIII/2025 bukan sekadar opsi, melainkan perintah konstitusi yang mutlak.

Pecat Listyo Sigit demi menjaga ketaatan serta kepastian hukum di negeri ini.

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

-->

Below Post Ad

-->

Ads Bottom

-->
Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved