
Repelita Jakarta - Partai Gelora menuntut perusahaan-perusahaan raksasa penebang dan perambah hutan di Pulau Sumatera wajib membayar penuh biaya pemulihan ekologi atas banjir bandang serta longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat sepanjang 2025.
Ketua Bidang Perubahan Iklim dan Lingkungan Hidup DPP Partai Gelora, Rully Syumanda, menyatakan pada 3 Desember 2025 bahwa tuntutan ini bukan sekadar program tanggung jawab sosial perusahaan semata.
Pihaknya juga mendesak dilakukannya audit menyeluruh terhadap kerusakan hutan beserta rantai pasoknya yang harus dibuka secara transparan kepada publik.
Moratorium pemberian izin baru untuk segala bentuk pemanfaatan hutan di Sumatera dinilai mendesak diterapkan hingga seluruh kawasan hutan tersisa berhasil dipetakan dan diamankan sepenuhnya.
Reparasi sosial kepada masyarakat terdampak bencana wajib diberikan sebagai bentuk pertanggungjawaban, bukan sekadar bantuan sukarela.
Banjir dan longsor yang menghancurkan ribuan nyawa serta permukiman dianggap sebagai konsekuensi langsung dari pembabatan hutan secara masif oleh industri kayu, pulp and paper, serta perkebunan sawit selama puluhan tahun.
Hutan yang semestinya berfungsi sebagai penyangga air kini telah hilang sehingga hujan ekstrem langsung memicu luapan sungai dan tanah longsor di kawasan hilir.
Rully menegaskan bahwa bencana ini bukan disebabkan perubahan iklim semata, melainkan akibat perilaku korup dan rakus yang mengabaikan daya dukung lingkungan.
Ia juga menyoroti bahwa pelaku perusakan hutan tersebut baru saja menghadiri Konferensi Perubahan Iklim COP30 di Brasil namun tetap melanjutkan praktik yang sama di tanah air.
Partai Gelora berharap tragedi berkepanjangan di Sumatera ini menjadi panggilan keras bagi pemerintah dan korporasi untuk segera menghentikan penghancuran benteng ekosistem terakhir yang masih menopang kehidupan puluhan juta warga di hilir.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

