
Repelita Yogyakarta - Polemik ijazah Presiden ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo kembali mencuat setelah Rektor Universitas Gadjah Mada Prof. Ova Emilia merilis klarifikasi berisi sembilan poin penegasan berdasarkan arsip resmi kampus pada 28 November 2025.
Pernyataan tersebut justru memunculkan pertanyaan baru dari kalangan yang selama ini meragukan keabsahan dokumen akademik Jokowi, terutama terkait waktu tempuh studi hanya lima tahun dengan indeks prestasi kumulatif yang disebut hanya sedikit di atas 2,5.
Menurut Ova Emilia, Jokowi tercatat masuk Fakultas Kehutanan UGM pada 28 Juli 1980 dan menyelesaikan pendidikan sarjana pada 23 Oktober 1985 dengan IPK minimal yang memenuhi syarat kelulusan pada masa itu.
Ia menegaskan bahwa masa studi lima tahun tergolong wajar karena terjadi pada periode transisi dari program sarjana muda menuju program sarjana penuh yang berlaku secara nasional.
Namun, Roy Suryo yang kini berstatus tersangka dalam kasus dugaan pencemaran nama baik terkait isu ijazah Jokowi menilai data tersebut tidak masuk akal secara akademis.
Ia menyebut mahasiswa dengan IPK sekitar 2,5 pada era 1980-an hanya diperbolehkan mengambil maksimal 18 SKS per semester.
Dengan total beban studi sekitar 150 SKS ditambah KKN dan skripsi, penyelesaian dalam lima tahun dinilai mustahil karena secara hitungan matematis membutuhkan waktu tujuh hingga delapan tahun.
Roy juga membandingkan dengan sejumlah dosen senior UGM seperti Prof. San Afri Awang dan Prof. Kasmujo yang menyelesaikan studi lebih dari lima tahun meski memiliki prestasi akademik lebih baik.
Sementara itu, Herman yang pernah mengajukan sengketa informasi di Komisi Informasi Pusat mempertanyakan pernyataan UGM yang mengaku tidak memiliki SOP legalisasi dokumen akademik.
Ia menilai perguruan tinggi sekelas UGM tidak mungkin beroperasi tanpa aturan baku terkait verifikasi dan pengeluaran dokumen resmi.
Dalam video klarifikasi yang diunggah di kanal YouTube resmi Universitas Gadjah Mada pada 28 November 2025, Ova Emilia menegaskan bahwa seluruh keterangan yang disampaikan merujuk pada arsip resmi dan tidak dimaksudkan sebagai pembelaan politik.
Ia juga menjelaskan bahwa foto ijazah dengan kacamata biasa diperbolehkan pada masa itu, berbeda dengan kacamata hitam yang dilarang berdasarkan pengumuman resmi tahun 1984.
UGM menyatakan bahwa ijazah asli telah diserahkan kepada Joko Widodo sejak 1985 dan segala keputusan untuk menunjukkannya kepada publik menjadi hak pribadi yang bersangkutan.
Pihak universitas menegaskan klarifikasi ini merupakan bentuk tanggung jawab akademik semata dan diharapkan dapat mengakhiri perdebatan yang telah berlangsung bertahun-tahun.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

