
Repelita Jakarta - Kebocoran dialog rahasia antara Presiden Prabowo Subianto dengan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin telah menimbulkan gejolak di kalangan politisi dan komunitas intelijen.
Percakapan yang membahas isu-isu strategis nasional seperti sikap Indonesia terhadap Tiongkok, Taiwan, Papua, serta implikasi Kebijakan Satu Tiongkok itu dinilai sangat sensitif.
Para analis keamanan nasional menyebut peristiwa ini sebagai tanda kerentanan serius dalam sistem pengamanan negara.
Pembicaraan yang seharusnya berklasifikasi sangat rahasia tersebut kini justru tersebar di ruang publik.
Pengamat intelijen dan geopolitik Amir Hamzah menilai insiden ini merupakan alarm bahaya bagi keamanan nasional.
Ia menduga terdapat potensi infiltrasi, pengkhianatan, atau permainan politik tingkat tinggi di balik kebocoran tersebut.
“Ini sangat berbahaya. Kebocoran pembicaraan Presiden dan Menhan tentang kepentingan strategis merupakan indikasi kuat bahwa ada pengkhianat di lingkar kekuasaan. Ini bukan kebocoran biasa,” ungkap Amir kepada wartawan, Selasa (2/12/2025).
Menurut analisnya, ada tiga kemungkinan sumber kebocoran yang utama.
Pertama adalah infiltrasi oleh kekuatan asing yang memiliki kepentingan besar di Indonesia, seperti Tiongkok, Amerika Serikat, atau Australia, khususnya terkait isu Laut Tiongkok Selatan, Papua, dan rantai pasok nikel global.
Kemungkinan kedua berasal dari operasi intelijen yang dilakukan oleh faksi tertentu di dalam tubuh pemerintahan atau militer.
Faksi tersebut diduga memanfaatkan informasi sensitif untuk mempengaruhi kebijakan atau menjatuhkan figur tertentu.
Skenario ketiga adalah adanya celah keamanan pada sistem komunikasi negara yang digunakan oleh kedua pejabat tinggi tersebut.
Amir Hamzah menekankan pentingnya menelaah motif di balik peristiwa ini dalam perspektif dunia intelijen.
“Kita harus bertanya: siapa yang diuntungkan dari bocornya percakapan ini? Karena dalam dunia intelijen, tidak ada kejadian tanpa aktor dan tidak ada aktor tanpa motif,” papar Amir.
Waktu kemunculan kebocoran ini dinilai sangat mencurigakan, yakni setelah Sjafrie mengungkap keberadaan bandara ilegal di kawasan industri nikel Morowali yang dioperasikan perusahaan Tiongkok.
Pengungkapan bandara tanpa izin itu telah mencoreng citra korporasi Tiongkok di Indonesia dan memunculkan pertanyaan tentang peran Kementerian Pertahanan serta TNI AU.
“Ada kemungkinan kebocoran ini adalah serangan balik. Ketika Sjafrie masuk terlalu dalam ke operasi tidak resmi perusahaan China, muncul respons melalui area yang paling sensitif: diplomasi dan hubungan Presiden dengan China,” ujar Amir.
Dari kacamata geopolitik, kebocoran percakapan tingkat tinggi seperti ini berpotensi menimbulkan dampak yang luas.
Tiongkok mungkin akan memandang Indonesia sebagai negara yang tidak solid, terutama karena percakapan itu menyentuh isu Taiwan dan Papua yang sangat sensitif bagi Beijing.
“Dalam worldview China, Taiwan dan Papua adalah isu yang tidak boleh disentuh sembarangan. Jika percakapan internal Indonesia soal ini bocor, China pasti membaca bahwa ada lubang besar dalam keamanan negara kita,” tegas Amir.
Di sisi lain, Amerika Serikat dan sekutunya berpeluang memanfaatkan keretakan ini untuk memperkuat pengaruh dan jaringan intelijen mereka di Jakarta, sejalan dengan kepentingan keamanan mereka di kawasan Indo-Pasifik.
Secara keseluruhan, Indonesia berisiko dipersepsikan sebagai negara dengan tingkat penetrasi asing yang tinggi, yang dapat mempengaruhi negosiasi pertahanan, perjanjian tambang, kerja sama industri militer, dan stabilitas investasi teknologi.
Amir juga tidak menutup kemungkinan bahwa skenario kontestasi kekuatan domestik turut berperan.
Skenario pertama adalah upaya untuk menurunkan reputasi Sjafrie pasca pengungkapan kasus bandara ilegal Morowali yang membuat sejumlah pihak tersudut.
Skenario kedua berupa serangan politik terhadap Presiden Prabowo untuk menggiring opini bahwa beliau tidak mampu menjaga rahasia negara.
Skenario ketiga diduga sebagai upaya untuk menekan Indonesia agar lebih patuh kepada kepentingan Tiongkok, dengan cara mempublikasikan isu sensitif untuk menakut-nakuti pemerintah.
Amir menegaskan bahwa pemerintah harus segera melakukan penyapuan counter-intelligence atau operasi penyelidikan besar-besaran.
Penyelidikan harus menyasar seluruh perangkat komunikasi Presiden dan Menhan, staf di Istana dan Kemenhan, jaringan teknologi informasi terkait, serta potensi kebocoran dari pihak luar negeri.
“Kasus seperti ini tidak bisa diredam dengan pernyataan pers. Harus ada operasi pembersihan. Siapa pun yang membocorkan percakapan ini harus ditemukan, tidak peduli jabatannya,” ungkapnya.
Kebocoran ini telah membuka babak baru dalam dinamika geopolitik Indonesia, yang mempertaruhkan kepentingan nasional, penetrasi asing, dan friksi internal.
“Jika tidak direspons dengan cepat dan tegas, Indonesia bisa dianggap negara dengan tingkat kebocoran intelijen yang tinggi sebuah reputasi yang sangat berbahaya di dunia internasional,” pungkasnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

