
Repelita Jakarta - Data terbaru dari Bank Dunia menunjukkan tingkat kemiskinan di Indonesia mencapai 68,3 persen dari total penduduk pada tahun 2024.
Dengan jumlah penduduk sekitar 285,1 juta jiwa, angka tersebut setara dengan 194,72 juta orang yang hidup di bawah garis kemiskinan internasional.
Pegiat media sosial Monica melalui akun @Nenkmonica menyampaikan kritik tajam terhadap pemerintah atas angka tersebut.
Ia menyoroti ketidaksesuaian antara tingginya kemiskinan dengan berbagai aktivitas eksploitasi sumber daya alam yang menghasilkan keuntungan besar.
“Angka kemiskinan Indonesia 68,3 persen (sumber World Bank) atau setara 194,7 juta jiwa,” tulisnya.
Monica mempertanyakan ke mana perginya hasil dari proyek-proyek tersebut.
Ia menyebut penebangan hutan, penanaman kelapa sawit, pertambangan emas termasuk yang ilegal, serta eksplorasi minyak, batubara, dan nikel.
“Padahal utang sudah digundulin hutan, nebang kayu, nanam sawit, ngeruk emas, nambang minyak, nambang batubara, nambang nikel,” ujarnya.
“Duitnya kemana?,” sindirnya.
Bank Dunia menerapkan garis kemiskinan untuk negara berpenghasilan menengah atas sebesar USD8,30 per kapita per hari berdasarkan paritas daya beli tahun 2021.
Standar ini berbeda dengan garis kemiskinan nasional yang digunakan Badan Pusat Statistik sekitar Rp20.000 per hari.
Pengukuran Bank Dunia berfokus pada standar pengeluaran internasional, sementara Badan Pusat Statistik lebih menyesuaikan dengan kondisi lokal untuk keperluan program bantuan sosial.
Editor: 91224 R-ID Elok

