Breaking Posts

-->
6/trending/recent

Hot Widget

-->
Type Here to Get Search Results !

Menko Polkam Djamari Chaniago Motivasi Pengungsi Aceh di Tengah Krisis Pemulihan Banjir Sumatra

Djamari Chaniago

Repelita Pidie Jaya - Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Jenderal TNI (Purnawirawan) Djamari Chaniago melakukan kunjungan langsung ke berbagai lokasi pemulihan pascabencana di Kabupaten Pidie Jaya, Provinsi Aceh, pada hari Minggu 14 Desember 2025.

Kunjungan tersebut mencakup pos komando tanggap darurat, posko pengungsian, serta situs pembangunan jembatan gantung yang rusak akibat banjir bandang dan tanah longsor.

Sesampainya di pos komando yang berlokasi di Gedung MTQ setempat, Djamari langsung memimpin rapat koordinasi penting.

Dalam pertemuan itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Letnan Jenderal TNI Suharyanto bersama Bupati Pidie Jaya Sibral Malasyi menyampaikan laporan terbaru mengenai kemajuan pemulihan di Aceh, Sumatra Utara, serta Sumatra Barat, dengan penekanan khusus pada situasi di Pidie Jaya.

Setelah rapat selesai, Djamari menyaksikan secara langsung proses penyerahan unit mobil penjernih air dari BNPB kepada Komandan Kodim Pidie.

Peralatan tersebut dirancang khusus untuk menyediakan pasokan air minum layak bagi warga pengungsi di berbagai titik di Aceh.

Selanjutnya, rombongan berpindah ke Gedung TGK Chik Pantee Geulima yang saat ini menjadi tempat penampungan bagi 809 pengungsi dari dua gampong terdampak parah.

Di lokasi tersebut, Djamari menyalurkan bantuan langsung berupa paket makanan, pakaian, perlengkapan ibadah, serta barang kebersihan.

Secara spontan, ia juga memberikan tambahan dana tunai kepada para pengungsi untuk memenuhi kebutuhan mendesak mereka.

Bantuan serupa dalam bentuk materiil juga diberikan kepada 104 anggota TNI dan Polri yang sedang bertugas mengamankan serta melayani masyarakat di posko tersebut.

Kunjungan dilanjutkan dengan peninjauan progres pembangunan jembatan gantung darurat di Kampung Blang Awe.

Saat berinteraksi langsung dengan para pengungsi, Djamari menyampaikan pesan motivasi agar mereka tetap tabah menghadapi masa sulit pascabencana.

Ia menekankan bahwa pemerintah pusat dan daerah tidak akan membiarkan masyarakat sendirian dalam menghadapi banjir serta longsor ini.

Semua pihak diminta untuk terus bekerja keras dalam memenuhi kebutuhan dasar warga terdampak.

"Ini bukan hanya beban Pak Bupati dan pemerintahan di sini, ini beban kita semua. Pesan saya, Forkopimda harus kompak dan bekerja sama," tutur dia.

Sementara itu, sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam posko nasional untuk Sumatra terus mendesak Presiden Prabowo Subianto agar segera menetapkan status bencana nasional bagi banjir dan longsor di wilayah Sumatra.

Aktivis dari Masyarakat Transparansi Aceh, Alfian, menegaskan bahwa semua kriteria dalam Undang-Undang Penanggulangan Bencana telah terpenuhi dalam peristiwa ini.

"Bencana banjir ini lebih hebat dibandingkan tsunami pada 2004 lalu. Artinya, di level pemerintah daerah sudah berteriak dan menyurati administrasi pemerintah pusat agar ditetapkan sebagai bencana nasional," ujar Alfian di dalam pemberian keterangan virtual, Sabtu (13/12/2025).

Ia juga menyoroti keterbatasan anggaran daerah di Aceh yang semakin tertekan akibat pemotongan dana dari pusat demi efisiensi.

Status tanggap darurat telah diperpanjang sebanyak dua kali, namun hingga 16 hari pascabencana, masih ada wilayah terisolasi seperti di Aceh Tengah, Bener Meriah, serta Gayo Lues yang hanya bisa dijangkau menggunakan helikopter untuk distribusi bantuan.

Alfian mengkritik pernyataan beberapa pejabat pusat yang menolak bantuan internasional, karena dikhawatirkan dapat menyebabkan korban selamat meninggal akibat kelaparan.

"Saya pikir negara lebih kejam lagi bila dibiarkan," imbuhnya.

Selain itu, Alfian membantah klaim Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia bahwa pasokan listrik di Aceh telah pulih hingga 93 persen.

Faktanya, hingga akhir pekan lalu, banyak daerah masih gelap gulita saat malam hari, sehingga warga dan pengungsi harus beraktivitas tanpa penerangan.

"Kondisi listrik dan telepon hari-hari ini sudah sangat-sangat krisis. Sama sekali tidak normal. Bila dibandingkan dengan kondisi ketika dihantam tsunami pada 2004, hari ke-4 kondisinya semua sudah normal. Jadi, telepon dan komunikasi lebih mudah dibandingkan hari ini," kata Alfian.

Di wilayah kota yang tidak terdampak langsung seperti Banda Aceh dan Aceh Besar, krisis sosial mulai muncul dengan kelangkaan bahan pokok yang menyebabkan harga melonjak tajam.

Pasokan gas elpiji juga sulit didapat, ditambah ketidakstabilan listrik yang memperburuk situasi.

"Aceh saat ini dalam kondisi kritis. Kami berharap negara memiliki sense of crisis terhadap apa yang menimpa Sumatra hari ini," tutur dia.

Editor: 91224 R-ID Elok.

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

-->

Below Post Ad

-->

Ads Bottom

-->
Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved