
Repelita Jakarta - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Raja Juli Antoni tetap enggan membuka identitas 12 perusahaan yang diduga menjadi pemicu utama banjir bandang mematikan di Sumatera karena harus menunggu persetujuan Presiden Prabowo Subianto.
Alasan itu langsung memantik protes keras dari anggota Komisi IV DPR Fraksi Gerindra, Melati, yang menilai Raja Juli sengaja melempar tanggung jawab kepada presiden.
Melati menegaskan bahwa menteri tidak boleh membawa-bawa nama Presiden Prabowo dalam urusan teknis kementerian.
"Jangan melibatkan Pak Presiden. Pak Menteri adalah yang membantu Presiden. Jadi tidak usah melibatkan, harus persetujuan beliau beliau. Harusnya ya Pak Menteri," ujar Melati usai rapat kerja di Gedung DPR, Senayan, Kamis (4/12/2025).
Ia khawatir sikap Raja Juli justru membuat seolah-olah Presiden Prabowo yang menghambat penindakan tegas terhadap perusahaan perusak hutan.
Anggota Komisi IV lain dari Fraksi PDIP, Sonny T Danaparamita, juga mempersoalkan alasan yang sama.
Menurut Sonny, kayu gelondongan besar yang hanyut bersama banjir sudah cukup membuktikan adanya pembalakan liar skala korporasi.
Ia meminta Raja Juli tidak lagi bersembunyi di balik nama presiden untuk mencabut izin perusahaan nakal.
Raja Juli dalam rapat tersebut hanya menyatakan bahwa penegakan hukum terhadap 12 perusahaan di Sumatera Utara segera dilakukan, namun nama perusahaan dan lokasi persisnya belum bisa diumumkan karena masih menunggu restu presiden.
Kekecewaan anggota Komisi IV semakin terlihat ketika Raja Juli juga belum bisa memastikan kapan 20 izin pemanfaatan hutan bermasalah seluas 750 ribu hektare akan dicabut.
Sikap tertutup menteri ini dinilai bertolak belakang dengan janji pemerintah memberikan tindakan tegas pascabencana banjir dan longsor yang menewaskan ratusan warga di Sumatera.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

