
Repelita Aceh Tamiang - Deretan tenda berlogo BNPB yang terpasang rapi di atas Jembatan Sungai Tamiang, Kecamatan Kuala Simpang, justru menimbulkan pertanyaan dari para pengungsi korban banjir.
Tenda-tenda itu baru didirikan beberapa jam menjelang kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke lokasi terdampak bencana pada 12 Desember 2025.
Kondisi ini memunculkan rasa kecewa di kalangan warga yang telah bertahan lama dengan fasilitas minim selama masa pengungsian.
Seorang pengungsi bernama Amri mengungkapkan bahwa ia sudah lebih dari seminggu mengungsi di atas jembatan dengan bergantian menumpang di tenda milik warga sekitar.
Selama periode awal itu, para pengungsi hanya mengandalkan perlindungan darurat dari terpal dan tenda sederhana sambil menghadapi hujan serta panas terik.
“Tenda BNPB ini baru dipasang, paling satu jam lalu,” ujar Amri.
Pernyataan tersebut memperkuat persepsi bahwa pemasangan tenda resmi lebih bersifat persiapan kunjungan daripada bagian dari respons darurat yang cepat.
Sementara ratusan warga kehilangan tempat tinggal dan akses kebutuhan pokok, penanganan dari pihak berwenang dinilai kurang hadir pada tahap paling genting.
Di lokasi pengungsian, banyak pengungsi terpaksa tidur beralaskan papan atau terpal tanpa jaminan pasokan logistik yang cukup.
Akan tetapi, sarana resmi baru tampak tersedia saat agenda kunjungan kepala negara berlangsung.
Situasi ini menambah kritik terhadap pendekatan penanggulangan bencana yang sering dianggap lebih fokus pada aspek visual ketimbang kebutuhan mendesak.
Pihak negara tampak baru aktif sepenuhnya ketika ada kehadiran pejabat tinggi, sementara kesulitan warga sebelumnya kurang mendapat prioritas.
Para pengamat bencana menyoroti bahwa hal ini menandakan kekurangan dalam pengelolaan tanggap darurat serta sinkronisasi antarlembaga terkait.
Kecepatan intervensi sejak hari pertama menjadi faktor krusial dalam mitigasi penderitaan, bukan sekadar penataan sementara untuk acara resmi.
Bagi masyarakat Aceh Tamiang, tenda BNPB yang terlambat itu kini menjadi simbol keterlambatan bantuan yang memperdalam rasa terpinggirkan.
Bencana telah menghilangkan rasa nyaman mereka, sementara lambatnya respons negara menimbulkan kekecewaan tambahan.
Masyarakat luas kini mengharapkan peninjauan ulang mendalam terhadap mekanisme penanganan bencana nasional.
Supaya derita korban tidak lagi menjadi elemen pendukung acara seremonial, melainkan prioritas utama sejak awal kejadian.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

