Repelita Morowali - Kawasan Indonesia Morowali Industrial Park di Sulawesi Tengah kini menjadi pusat perdebatan sengit yang melibatkan aspek keamanan nasional dan daya tarik investasi besar.
Fasilitas bandara di sana yang awalnya dirancang sebagai penunjang operasional industri kini dianggap oleh sebagian pihak sebagai celah potensial yang mengancam kedaulatan wilayah.
Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menyatakan bahwa operasional bandara tersebut berjalan tanpa pengawasan ketat dari instansi negara seperti imigrasi dan bea cukai, sehingga menciptakan situasi yang rentan terhadap penyalahgunaan.
Menurutnya, kondisi seperti ini tidak boleh dibiarkan karena bisa membentuk entitas terpisah yang lepas dari kendali pemerintah pusat di tengah-tengah wilayah republik yang utuh.
Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan membalas dengan penjelasan bahwa bandara itu murni untuk keperluan domestik dan tidak pernah dimaksudkan sebagai gerbang internasional yang mengganggu urusan negara.
Ia menyebutkan bahwa keputusan pembangunan fasilitas tersebut diambil melalui rapat koordinasi antarlembaga dan sudah disesuaikan dengan praktik serupa di negara-negara seperti Thailand untuk memperlancar arus investasi.
Luhut juga mengungkapkan bahwa ia telah berhubungan langsung dengan perwakilan yang ditunjuk Presiden Tiongkok untuk menjamin bahwa kawasan industri tetap tunduk pada regulasi nasional tanpa menimbulkan konflik kepentingan.
Pernyataan Luhut itu langsung ditantang oleh Ketua Komite Tim Percepatan Reformasi Politik Jimly Asshiddiqie yang melihat masalahnya jauh lebih serius daripada sekadar fasilitas pendukung.
Jimly yakin bahwa bandara tersebut pernah dimanfaatkan sebagai jalur masuk bagi ribuan tenaga kerja asing tanpa prosedur pengawasan yang memadai, sehingga merugikan peluang kerja warga lokal.
Ia mendukung sepenuhnya kekhawatiran Sjafrie dan menyerukan investigasi mendalam terhadap dugaan pelanggaran hukum yang mungkin terjadi selama operasional bandara itu.
Setiap pejabat atau aparat yang terbukti terlibat dalam kelalaian pengawasan harus dihukum tegas, karena kedaulatan negara justru dibangun melalui penegakan aturan yang konsisten dan tidak pandang bulu.
Pandangan Jimly ini membuka lembaran isu yang lebih luas, di mana pemerintah kini sedang menggelar operasi pembersihan terhadap berbagai kegiatan ilegal di berbagai provinsi.
Mulai dari penertiban tambang timah liar di Bangka Belitung hingga kawasan Morowali yang selama ini terkesan berjalan dengan aturan sendiri, semua menunjukkan pola yang sama yaitu kurangnya pengawasan negara.
Di tengah hiruk-pikuk aktivitas industri yang terus berdenyut di Morowali, pertanyaan mendasar kini semakin mendesak dijawab mengenai siapa yang sebenarnya memegang kendali atas ruang udara dan lahan strategis tersebut.
Apakah itu tetap di tangan negara sebagai entitas berdaulat, atau telah tergeser oleh kekuatan eksternal yang berkembang tanpa terdeteksi di balik janji kemajuan ekonomi.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

