
Repelita Tapanuli Selatan - Bupati Tapanuli Selatan Gus Irawan Pasaribu mengeluhkan ketidakjelasan dan kurangnya keterbukaan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait proses pemberian izin pemanfaatan hutan yang berujung pada temuan 11 pemegang hak atas tanah atau PHAT di wilayahnya.
Sejak dilantik secara resmi pada 3 Maret 2025 ia langsung menghadapi serangkaian bencana banjir bandang yang membawa gelombongan kayu ilegal ke permukiman warga sehingga memicu kecurigaan kuat terhadap aktivitas penebangan liar di hulu sungai.
Kejadian pertama terjadi pada November 2024 di Kecamatan Sipange Siunjam dan Sayur Matinggi yang menewaskan dua jiwa sementara peristiwa serupa menyusul pada Desember 2024 di Tanotombangan hingga seluruh satu desa hampir tersapu arus deras.
Memasuki periode jabatan barunya longsor dan banjir kembali melanda berbagai kecamatan yang menurut analisis bupati menandakan adanya eksploitasi hutan secara intensif di kawasan lindung dan produksi.
Untuk mengusut tuntas hal itu pemerintah kabupaten segera melibatkan Dinas Lingkungan Hidup guna mengecek keberadaan dokumen izin tebang kayu di Tapanuli Selatan meski kewenangan utama berada di tangan pemerintah pusat.
Jadi kami punya Dinas Lingkungan Hidup. Saya minta apakah ada kemudian izin yang diterbitkan untuk pemanfaatan kayu di Tapanuli Selatan.
Nah, ternyata ada suara-suara, ada, tapi data tidak ada di kabupaten. Saya suruhlah minta ke Kementerian Kehutanan gitu ya.
Proses perolehan informasi dari kementerian berjalan berliku-liku dengan dua surat resmi dari dinas yang diabaikan hingga akhirnya Sekretaris Daerah mengirimkan permohonan ketiga yang baru direspons.
Baru setelah itu terungkap adanya 11 PHAT yang telah disetujui oleh Direktorat Pengelolaan Hutan Lestari pada masa sebelumnya serta indikasi pengajuan baru untuk areal penggunaan lain atau APL di Tapanuli Selatan.
Atas dasar itu bupati segera mengirim surat pada Agustus 2024 memohon agar tidak ada penerbitan izin tambahan sementara Pemprov Sumatera Utara juga menerbitkan edaran moratorium pengajuan melalui aplikasi SIPU.
Meskipun moratorium sempat diberlakukan namun bupati kemudian mengetahui bahwa kebijakan itu hanya berlaku satu bulan dan dicabut pada 9 Agustus 2024 oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari tanpa pemberitahuan resmi ke pemerintah daerah.
Kondisi tersebut memaksa bupati mengirim surat lanjutan pada 14 November 2024 untuk meminta penghentian total penerbitan izin pemanfaatan kayu karena pemerintah kabupaten sama sekali tidak pernah dilibatkan dalam verifikasi pengaju maupun penerima persetujuan.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

