:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/wartakota/foto/bank/originals/CUCUN-TOLAK-KRITIK.jpg)
Repelita Bandung - Suasana rapat konsolidasi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Kabupaten Bandung mendadak tegang setelah kritik dari peserta memicu respons keras dari anggota DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal.
Rapat yang digelar pada 15 November 2025 ini awalnya berjalan tertib hingga salah seorang peserta menyampaikan kekhawatiran soal rencana perekrutan tenaga non-ahli gizi untuk program Makanan Bergizi Gratis (MBG).
Menurut peserta itu, langkah tersebut berisiko merusak reputasi profesi ahli gizi dan melemahkan kualitas kebijakan yang dirancang untuk menjaga standar gizi masyarakat.
Saat peserta memberikan masukan tersebut, Cucun Ahmad Syamsurijal tiba-tiba memotong pembicaraan dengan nada tinggi dan menyebut sikap ahli gizi yang mengkritik kebijakan sebagai bentuk kesombongan.
Ia kemudian menyampaikan bahwa ia tidak akan lagi menggunakan istilah “ahli gizi” dalam program MBG dan lebih memilih istilah “tenaga pengawasan gizi” untuk menghindari perdebatan tentang kualifikasi.
Pernyataan itu disampaikan seolah-olah keputusan final dan langsung mendapat sorakan dari sebagian peserta di ruangan.
Dalam video yang beredar di media sosial pada tanggal 16 November 2025, Cucun tampak mengatakan bahwa sebagai anggota DPR, dirinya adalah pembuat kebijakan dan bisa menghapus peran ahli gizi dari sistem dengan satu ketukan palu.
Sikap tersebut menuai kecaman dari para ahli gizi yang menghadiri rapat, termasuk mereka yang merasa usulan konstruktif mereka diabaikan secara sepihak.
Mereka menilai pernyataan Cucun sebagai bentuk arogansi kekuasaan dan bertentangan dengan semangat kolaboratif dalam penyusunan kebijakan publik yang baik.
Kekhawatiran mereka semakin kuat karena beberapa kasus keracunan makanan di sejumlah daerah menunjukkan perlunya tenaga ahli dalam memastikan standar gizi yang tepat.
Program Makanan Bergizi Gratis yang digagas pemerintah dinilai akan kehilangan arti jika pelaksanaannya tidak melibatkan ahli gizi yang sesuai dengan standar profesional.
Banyak pihak menilai, alih-alih memicu konflik, dialog lanjutan dan keterlibatan para ahli justru dapat memperkuat program dan menjaga kualitas intervensi gizi yang diberikan kepada masyarakat.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

