
Repelita Yogyakarta - Sidang sengketa informasi terkait ijazah mantan Presiden Joko Widodo kembali menjadi sorotan publik setelah Ketua Majelis Komisi Informasi Pusat Rospita Vici Paulyn menyoroti prosedur administrasi Universitas Gadjah Mada sebagai termohon.
Dalam persidangan, Rospita menilai tanggapan UGM terhadap permohonan informasi tidak sesuai standar resmi lembaga negara.
Ia menekankan ketidakhadiran kop surat, keterangan kelembagaan, dan tanda tangan pejabat PPID yang berwenang menerbitkan surat resmi.
Rospita menilai UGM sebagai institusi besar seharusnya menjaga kualitas administrasi, terutama saat permohonan diajukan secara sah oleh publik.
Sekelas UGM itu merespon permohonan informasi harus resmi karena surat juga dikirim secara resmi, jadi cara menjawab surat tetap harus pakai kop UGM, ujar Rospita dikutip dari youtube Kompas TV.
Perwakilan UGM menjelaskan format surat didasarkan pada informasi dari pengelola PPID, namun Rospita menilai alasan itu tidak memadai karena surat kelembagaan wajib mengikuti aturan formal termasuk kop institusi dan tanda tangan pejabat yang bertanggung jawab.
Ia menekankan tanpa unsur tersebut, surat dapat dianggap tidak memiliki otoritas jelas.
Majelis juga menelusuri tahapan permohonan keberatan. UGM memaparkan keberatan diterima dan diregister pada 21 Agustus, sedangkan respons baru diberikan 11 September dengan tambahan lampiran daftar dokumen yang telah diserahkan ke Polda Metro Jaya.
UGM menyatakan dokumen asli maupun salinan fisik ijazah Jokowi telah diserahkan ke pihak terkait, termasuk kepolisian, tetapi masih menyimpan salinan digital hasil pemindaian.
Pernyataan ini menjadi sorotan Rospita karena sebelumnya UGM menyampaikan dokumen tidak berada dalam penguasaan, sehingga menimbulkan tafsir tidak ada salinan sama sekali.
UGM menegaskan hasil pemindaian tetap disimpan namun dikategorikan sebagai informasi pribadi yang dikecualikan, dan penjelasan ini tetap dicatat majelis dalam evaluasi konsistensi dan akurasi jawaban UGM.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

