Repelita Jakarta - Ketua Termul dan Pro Gibran, Firdaus Oiwobo, melontarkan kritik keras terhadap dua tokoh hukum nasional, Mahfud MD dan Jimly Asshiddiqie, terkait pernyataan mereka soal dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo dan kasus yang menjerat Roy Suryo Cs, Jumat, 14 November 2025.
Firdaus menilai kedua profesor hukum itu gagal memahami konstruksi hukum ketika menyatakan keaslian ijazah Jokowi harus dibuktikan terlebih dahulu sebelum tindakan pidana bisa dijalankan terhadap Roy Suryo Cs.
Menurut Firdaus, pernyataan Mahfud MD dan Jimly Asshiddiqie keliru karena menempatkan ranah hukum yang berbeda secara tidak tepat.
Ia menekankan bahwa tudingan ijazah palsu Jokowi telah berkali-kali diuji di ranah hukum dan tidak pernah terbukti. Universitas Gadjah Mada sebagai otoritas telah mengonfirmasi keabsahan ijazah tersebut.
Firdaus menjelaskan, kasus yang menyeret Roy Suryo Cs bukan lagi soal keaslian ijazah, tetapi dugaan pengeditan dan penyebaran konten yang dinilai melecehkan Presiden ke-7 RI tersebut.
Ia menegaskan bahwa ruang lingkup perkara ijazah dan kasus pelecehan Roy Suryo Cs berbeda, termasuk dalam hal locus delicti, tempus delicti, dan legal standing.
Firdaus menambahkan, pengaduan yang diajukan Jokowi terhadap Roy Suryo Cs menggunakan UU ITE nomor 1 tahun 2024 pasal 32, 35, dan 51, dengan ancaman hukuman akumulatif hingga 10 tahun penjara dan denda belasan miliar rupiah.
Sementara itu, Mahfud MD menekankan bahwa Roy Suryo Cs tidak bisa diadili sebelum pengadilan lain memutuskan keaslian ijazah Jokowi.
Mahfud menilai jika perkara ini dibawa ke pengadilan, maka keaslian ijazah harus dibuktikan secara resmi di ranah hukum, bukan hanya berdasarkan keterangan polisi.
Ia menegaskan pengadilan yang berwenang harus memutuskan apakah ijazah tersebut asli atau palsu sebelum menilai dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan Roy Suryo Cs.
Menurut Mahfud, proses hukum harus berjalan adil, dan bukti keaslian ijazah menjadi syarat penting sebelum kasus Roy Suryo Cs dapat dilanjutkan. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

