
Repelita Jakarta - Pakar Digital Forensik, Rismon Hasiholan Sianipar, kembali menanggapi keputusan Polda Metro Jaya yang menetapkan dirinya bersama tujuh akademisi dan aktivis lain sebagai tersangka dalam perkara dugaan rekayasa dokumen ijazah Presiden Joko Widodo.
Rismon menilai, langkah hukum tersebut justru berpotensi menyesatkan publik karena tidak menyentuh akar persoalan utama yang selama ini dipersoalkan masyarakat.
Ia mengajak seluruh elemen bangsa agar menuntut keterbukaan dari pihak kepolisian dan Presiden Jokowi terkait keaslian dokumen ijazah yang menjadi polemik.
“Saya mengajak seluruh elemen masyarakat agar mendesak Jokowi dan Polda Metro Jaya menunjukkan ijazah analog Jokowi,” ujar Rismon melalui akun pribadinya, Senin (10/11/2025).
Rismon menambahkan, pada Selasa (11/11/2025) Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Akademisi dan Aktivis akan menyatakan sikap dukungan terhadap dirinya dan tujuh orang tersangka lain yang turut dijerat dalam perkara tersebut.
Menurutnya, keputusan penyidik menetapkan dirinya sebagai tersangka tidak memiliki dasar kuat.
Ia menilai, dugaan rekayasa yang dijadikan alasan penyidik seharusnya diuji secara terbuka di pengadilan agar publik mengetahui kebenarannya.
“Karena ini yang menjadi dasar penersangkaan delapan akademisi dan aktivis,” ucap Rismon.
Rismon juga menegaskan, ia tidak akan berdiam diri jika kelak terbukti di pengadilan bahwa tuduhan terhadap dirinya tidak berdasar.
“Jika kami tak terbukti melakukan pengeditan dan rekayasa dokumen ijazah Jokowi di pengadilan, saya akan tuntut balik Polda Metro Jaya sebesar Rp126 triliun atau satu tahun anggaran Polri,” tegasnya.
Hingga kini, pihak Polda Metro Jaya belum memberikan tanggapan resmi terhadap pernyataan Rismon tersebut.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam perkara penyebaran isu ijazah palsu Presiden Jokowi.
Kapolda Metro Jaya, Irjen Asep Edi Suheri, menjelaskan bahwa para tersangka dibagi ke dalam dua klaster berdasarkan peran dan keterlibatan mereka.
Lima orang tergolong dalam klaster pertama, sedangkan tiga lainnya masuk dalam klaster kedua.
“Untuk klaster kedua, ada tiga orang yang kami tetapkan sebagai tersangka antara lain atas nama RS, RHS, dan TT,” ujar Asep dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jumat (7/11/2025).
Ia menuturkan, keputusan penetapan tersangka diambil setelah penyidik melakukan gelar perkara yang melibatkan berbagai ahli dan menggunakan metode penyelidikan ilmiah.
Dari hasil pemeriksaan, penyidik menemukan adanya tindakan manipulasi digital terhadap dokumen yang dijadikan dasar penyebaran isu.
“Penyidik menyimpulkan bahwa para tersangka telah menyebarkan tuduhan palsu dan melakukan edit serta manipulasi digital terhadap dokumen ijazah dengan metode analisis yang tidak ilmiah dan menyesatkan publik,” kata Asep.
Adapun klaster pertama terdiri atas Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Eggi Sudjana (ES), Anggota TPUA Kurnia Tri Royani (KTR), pengamat kebijakan hukum dan politik Damai Hari Lubis (DHL), mantan aktivis 1998 Rustam Effendi (RE), serta Wakil Ketua TPUA Muhammad Rizal Fadillah (MRF).
Sementara itu, klaster kedua meliputi mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Roy Suryo (RS), ahli digital forensik Rismon Hasiholan Sianipar (RHS), serta dokter Tifauzia Tyassuma alias dr. Tifa (TT).(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

