Repelita Jakarta - Penanganan perkara dugaan korupsi pengaturan kuota haji tahun 2024 oleh Komisi Pemberantasan Korupsi hingga kini masih belum menunjukkan perkembangan signifikan.
Meskipun tiga orang sudah dikenakan larangan ke luar negeri, belum ada satu pun yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Mantan penyidik senior KPK, Yudi Purnomo Harahap, menyatakan keheranannya atas lambatnya proses penyidikan yang berlangsung.
Ia menilai seharusnya bukti permulaan yang cukup sudah terkumpul sejak lama sesuai ketentuan Pasal 44 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Yudi menjelaskan bahwa bukti permulaan mencakup keterangan saksi, surat, petunjuk, hingga keterangan ahli sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Menurutnya, dengan bukti yang sudah ada, seharusnya penyidik dapat segera melaporkan kepada pimpinan untuk menetapkan tersangka pada Selasa, 11 November 2025.
Yudi juga menyoroti bahwa KPK telah melakukan penggeledahan di berbagai lokasi serta mencegah tiga orang keluar negeri, termasuk mantan Menteri Agama, mantan staf khusus, dan seorang pengusaha biro perjalanan haji.
Ia mempertanyakan mengapa pencegahan perjalanan bisa dilakukan tetapi penetapan tersangka justru terkesan ragu-ragu.
Yudi membandingkan dengan masa lalu ketika KPK berani menetapkan tersangka terhadap pejabat tinggi yang masih aktif menjabat, seperti ketua lembaga legislatif maupun yudikatif.
Sementara itu, Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, meminta publik untuk bersabar karena barang bukti belum sepenuhnya terhubung dengan sempurna.
Asep menyampaikan bahwa aliran dana dari pihak biro perjalanan masih dalam tahap penyempurnaan penghubungan bukti pada Kamis, 25 September 2025.
Ia menegaskan bahwa alur perintah dalam perkara ini sudah cukup jelas, namun detail penggunaan dana masih terus didalami.
Terbaru, Asep mengungkapkan rencana tim penyidik untuk melakukan peninjauan langsung ke Arab Saudi guna mempercepat penyelesaian kasus pada Senin, 10 November 2025.
Langkah tersebut diambil untuk memverifikasi asumsi pembagian kuota tambahan 20 ribu jemaah yang diduga menjadi sumber polemik akibat keterbatasan fasilitas di Tanah Suci.
Pengecekan lapangan ini diharapkan mampu menjawab keraguan masyarakat terkait alasan pembagian kuota antara jalur reguler dan khusus.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

