
Repelita Jakarta - Aktivis perempuan Ida N Kusdianti menanggapi pernyataan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam program talkshow Rosi yang dinilainya sebagai langkah berani melawan arus kekuasaan.
Ia menyebut bahwa pernyataan tersebut bukan sekadar respons spontan, melainkan simbol perlawanan dari kekuatan lama yang masih bercokol dalam struktur Kabinet Merah Putih.
Menurut Ida, video pernyataan Kapolri yang beredar luas bukanlah hal sepele, melainkan bagian dari dinamika besar yang melibatkan aktor-aktor yang ia sebut sebagai Invisible Man Balik Layar.
Ia menduga bahwa kekuatan tersebut berhasil menghentikan secara mendadak langkah Presiden Prabowo Subianto dalam upaya mereformasi institusi Kepolisian Republik Indonesia.
Ida menyoroti bahwa dalam video yang beredar, Kapolri menyampaikan pandangannya terkait rencana Presiden Prabowo untuk memperbaiki tubuh Polri pasca kerusuhan yang terjadi sebelumnya.
Ia menilai bahwa kekuatan lama masih membayangi pemerintahan baru, dan menyebut bahwa bayang-bayang kekuasaan Presiden Jokowi dan Kapolri Listyo Sigit masih menggantung di atas kepala bangsa.
Menurutnya, kedua tokoh tersebut bukan sekadar individu, melainkan representasi dari sistem yang selama satu dekade terakhir telah menggerus kedaulatan negara.
Ida menjelaskan bahwa selama sepuluh tahun terakhir, regulasi dan kebijakan negara tidak lagi berpihak pada rakyat, melainkan diarahkan untuk mengamankan kepentingan kelompok tertentu.
Ia menambahkan bahwa sumber daya alam dikuras, sumber daya manusia dilemahkan, dan para pejabat dijinakkan demi stabilitas semu yang menguntungkan elite kekuasaan.
Dalam pandangannya, Presiden Prabowo kini berada di persimpangan jalan yang menentukan arah pemerintahan ke depan.
Ia menyebut bahwa Prabowo sebenarnya menyadari bahwa kekuasaan yang dihadapinya tidak sepenuhnya bersih dan penuh dengan jebakan politik yang ditanam oleh kekuatan lama.
Menurut Ida, Prabowo memilih untuk tidak gegabah dan masih menunggu momentum yang tepat karena satu langkah keliru dapat memicu konflik terbuka di pusat kekuasaan.
Meski demikian, Ida menegaskan bahwa rakyat kini menanti keberanian nyata dari Presiden untuk memutus rezim bayangan yang selama ini membelenggu.
Ia menyampaikan bahwa rakyat tidak ingin kompromi, melainkan tindakan tegas untuk membebaskan negara dari cengkeraman kekuatan lama.
Ida juga menyinggung dugaan penyelewengan keuangan negara melalui proyek strategis nasional yang menurutnya sarat dengan aroma perampokan terhadap masa depan rakyat.
Ia menyebut proyek seperti pembangunan Bandara Kertajati, kereta cepat Jakarta-Bandung, dan IKN sebagai contoh dari praktik yang merugikan negara secara sistematis.
Kritik Ida juga diarahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi yang dinilainya tidak lagi berani menyentuh kasus-kasus besar yang melibatkan kekuatan politik dominan.
Ia menilai bahwa KPK kini bersikap seolah-olah bisu dan tuli terhadap berbagai laporan dan temuan korupsi yang berpotensi menabrak tembok kekuasaan.
Sebaliknya, ia mengapresiasi langkah Kejaksaan Agung yang berani mengambil alih ribuan hektare kebun sawit ilegal dan membongkar jaringan mafia tambang.
Ida menekankan bahwa reformasi Polri harus menjadi prioritas utama karena jika isu ini terus dibiarkan mengendur, maka kepercayaan publik akan semakin tergerus.
Ia menyatakan bahwa suara rakyat yang menuntut reformasi Polri semakin nyaring dan tidak bisa lagi diabaikan oleh pemerintah.
Menurutnya, kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian kini berada di titik nadir akibat keberpihakan aparat pada rezim sebelumnya.
Ida menegaskan bahwa reformasi Polri harus segera dilakukan agar kepercayaan publik dapat dipulihkan dan citra negatif terhadap institusi tersebut dapat dikikis. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

