Repelita Jakarta - Ketegngan diplomatik mulai muncul di Israel menyusul indikasi dukungan Amerika Serikat terhadap kemerdekaan Palestina melalui rancangan resolusi PBB.
Dewan Keamanan PBB yang terdiri dari 15 anggota membuka negosiasi pada 7 November 2025 atas rancangan yang mengamanatkan usulan Presiden AS Donald Trump terkait pembentukan pemerintahan transisi Dewan Perdamaian di Gaza, yang akan menangani rekonstruksi pascaperang dan pemulihan ekonomi.
Respons politik dalam negeri Israel segera memanas. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menghadapi tekanan dari sekutu koalisi sayap kanan yang menuntut penolakan tegas terhadap gagasan Negara Palestina.
Pada Minggu (16/11/2025), Netanyahu menegaskan posisi Israel menolak pembentukan Negara Palestina di wilayah mana pun, sekaligus menekankan bahwa Gaza akan didemiliterisasi dan Hamas dilucuti.
Kecaman datang dari menteri sayap kanan terkemuka Itamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich yang menuntut Netanyahu bertindak tegas dan mengancam keluar dari koalisi jika sikap tegas tidak diambil.
Ancaman pengunduran diri sayap kanan dikhawatirkan dapat menggoyahkan pemerintahan Netanyahu jauh sebelum pemilu dijadwalkan paling lambat Oktober 2026.
Menteri Pertahanan Israel Israel Katz dan Menteri Luar Negeri Gideon Saar juga menyuarakan penolakan terhadap Negara Palestina melalui platform media sosial X, meski tidak menyebut Netanyahu secara langsung.
Smotrich menuding Netanyahu gagal menepati janjinya dan mendesak penjelasan jelas kepada dunia bahwa Negara Palestina tidak akan pernah muncul di tanah Israel.
Perkembangan ini menandai meningkatnya tekanan politik internal bagi Netanyahu di tengah dinamika diplomatik internasional yang memanas.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

