
Repelita Jakarta - Seorang petinggi di lembaga Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mengonfirmasi adanya laporan pemeriksaan keuangan internal yang menimbulkan kekhawatiran atas pengelolaan sejumlah dana organisasi mencapai ratusan miliar rupiah.
Pernyataan itu disampaikan oleh KH Sarmidi Husna selaku Katib Syuriyah PBNU saat bertemu dengan awak media usai menghadiri kegiatan di Hotel Sultan, Jakarta, pada Kamis 27 November 2025.
Ia mengakui bahwa hasil pemeriksaan keuangan tahun 2022 tersebut menjadi salah satu faktor krusial dalam keputusan organisasi untuk mengevaluasi kepemimpinan KH Yahya Cholil Staquf sebagai Ketum PBNU.
Menurut Sarmidi, isu pengelolaan keuangan disebutkan secara khusus dalam poin ketiga dari beberapa pertimbangan utama yang dibahas secara internal oleh majelis syuriyah.
Dokumen pemeriksaan tersebut seharusnya hanya untuk keperluan konsumsi di lingkup organisasi, sehingga pihaknya enggan membahasnya secara mendalam di hadapan publik.
Sarmidi mengungkapkan rasa terkejutnya karena temuan tersebut tiba-tiba menjadi perbincangan luas di berbagai platform digital dan media massa.
Ia tidak menyangkal keberadaan indikasi aliran dana yang menjadi sorotan seperti yang banyak diberitakan belakangan ini.
PBNU memilih untuk menjaga kerahasiaan detail temuan agar tidak menimbulkan spekulasi lebih lanjut di masyarakat luas.
Laporan pemeriksaan keuangan internal PBNU periode 1 Januari hingga 31 Desember 2022 yang bocor ke publik menyoroti potensi ketidakwajaran dalam penanganan dana, termasuk risiko tindak pidana pencucian uang.
Pemeriksaan tersebut dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Gatot Permadi, Azwir, dan Abimail untuk memberikan masukan kepada Rais Aam PBNU dalam merumuskan langkah-langkah organisasi.
Dana sebesar Rp100 miliar yang semula ditujukan untuk perayaan satu abad berdirinya organisasi serta biaya harian justru tercatat mengalir ke rekening milik PBNU di Bank Mandiri.
Rekening tersebut meskipun atas nama organisasi disebut-sebut dalam dokumen sebagai yang dikelola oleh Mardani H Maming saat menjabat Bendahara Umum PBNU.
Aliran masuk dana tersebut diduga berasal dari entitas usaha Grup PT Batulicin Enam Sembilan yang dikaitkan dengan Maming.
Pencatatan transaksi mencakup empat kali pengiriman pada 20 dan 21 Juni 2022, tepat dua hari sebelum Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Maming sebagai tersangka dalam kasus suap perizinan pertambangan di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Selain itu, laporan juga memerinci keluarnya dana dari rekening tersebut, seperti lebih dari Rp10 miliar yang dicatat sebagai pelunasan utang serta pengiriman lanjutan ke rekening Abdul Hakam sebagai Sekretaris Lembaga Perlindungan dan Bantuan Hukum PBNU.
Abdul Hakam saat itu terlibat dalam kelompok pendampingan hukum bagi Maming yang sedang menghadapi proses peradilan.
Pola transaksi tersebut dinilai tidak hanya menunjukkan kelemahan sistem pengawasan keuangan di PBNU, melainkan juga membuka celah bagi persoalan hukum yang lebih serius terkait dugaan tindak pidana pencucian uang.
Temuan ini kini menjadi bagian dari evaluasi lebih lanjut oleh pihak berwenang, termasuk KPK yang meminta dokumen terkait untuk penelusuran dugaan TPPU yang melibatkan Maming.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

